Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Investasi Indonesia (INA) membeberkan informasi terkini mengenai pembangunan pabrik fraksionasi plasma yang diharapkan menjadi terbesar di Asia Tenggara. 

Ketua Dewan Direksi INA Ridha D.M Wirakusumah mengatakan, pabrik yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat itu masih dalam tahap pembangunan dan diperkirakan baru bisa beroperasi 2 tahun lagi.

“Masih dalam tahap pembangunan, mungkin 2 tahun lagi,” kata Ridha kepada Bisnis, Selasa (13/8/2024).

Ridha mengatakan, proyek ini bekerja sama dengan SK Plasma yang merupakan fraksionator asal Korea Selatan. Namun Ridha belum bisa menyebutkan total investasi pembangunan pabrik tersebut.

Selain itu, kata dia, pabrik ini merupakan pabrik fraksinasi plasma terbesar di Asia Tenggara. Pabrik plasma ini nantinya akan menjadi salah satu dari tiga sentra produksi plasma yang beroperasi di bawah grup SK. Sejauh ini SK Group telah membangun pusat produksi plasma di Turki dan Korea Selatan. 

Kepala Kantor Penanaman Modal INA Stefanus Ade Hadiwidjaja mengatakan, kebutuhan fraksinasi plasma 100% bergantung pada plasma dari donor asing.

“Indonesia saat ini masih 100% impor,” kata Stefanus.

Oleh karena itu, kata dia, proyek ini diselesaikan mengingat adanya manfaat ganda dari keberadaan pabrik plasma di dalam negeri, termasuk bagi perekonomian nasional.

Pada bulan September 2023, INA dan SK Plasma menandatangani term sheet untuk melaksanakan proyek fraksinasi plasma di Indonesia. SK Plasma telah mendirikan perusahaan lokal bernama PT SKBio Core Indonesia untuk melaksanakan proyek tersebut.

Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan L. Rizka Andalucia mengatakan, kebutuhan fraksinasi plasma untuk produksi obat turunan (PODP) lokal masih 100% bergantung pada asing. Padahal, pada tahun 2020, nilai impor PODP mencapai Rp 1,1 triliun.

Untuk mendukung pelaksanaan fraksinasi plasma di Indonesia, pemerintah telah mengembangkan kebijakan untuk menjamin ketersediaan pasokan plasma yang aman dan berkualitas sebagai bahan baku PDOP.

“Hal ini tentunya mengutamakan penggunaan PDOP yang diproduksi dengan plasma dari sumber dalam negeri,” kata Rizka, dilansir dari laman Kementerian Kesehatan, Selasa (13/8/2024). 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel