Bisnis.com, JAKARTA – Penurunan harga kertas dinilai menguntungkan konsumen karena harga barang pasar yang lebih murah pun turun. Namun bila deflasi terjadi selama tiga bulan berturut-turut, kecil kemungkinan dampaknya akan membahayakan kondisi perekonomian masyarakat.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2024 penurunan harga pada bulan Mei tercatat sebesar 0,03%, pada bulan Juni sebesar 0,08% dan meningkat pada bulan Juli 2024 sebesar 0,18%.

Berbeda dengan inflasi yang ditandai dengan kenaikan harga barang di pasar, deflasi ditandai dengan turunnya harga-harga di suatu daerah. Deflasi seperti alarm bagi kita.

Turunnya harga bisa menjadi tanda awal bahwa keadaan masyarakat sedang tidak baik karena tidak dapat membeli barang-barang yang mereka butuhkan dalam hidup. Ini adalah gejala dimana masyarakat tidak dapat menggunakan produk dengan baik atau setidaknya menunda penggunaannya karena tidak mempunyai cukup uang.

Inflasi sebenarnya merupakan akibat dari serangkaian permasalahan dalam pengelolaan ekonomi yang tidak efektif dan tidak efektif. Meski deflasi kadang disebut terjadi akibat kelebihan pasokan di pasar. Namun pada kenyataannya, deflasi biasanya terjadi akibat menurunnya daya beli dan pendapatan masyarakat. Turunnya harga di pasaran bukan disebabkan melimpahnya produk, melainkan menurunnya kemampuan masyarakat akibat berbagai permasalahan perekonomian yang dialaminya. DAYA PEMBELIAN

Ketika daya beli masyarakat menurun, dampaknya tidak hanya menurunnya permintaan produk dan jasa di pasar, namun juga munculnya tren PHK. Di berbagai daerah, beberapa pabrik manufaktur dikabarkan harus menutup usahanya. Sepanjang tahun 2024, PHK massal akan terjadi di berbagai daerah. Pasar yang tidak efisien memaksa dunia usaha mengurangi kapasitas produksi. Di sisi lain, masuknya produk impor yang tidak normal tentu akan menyebabkan menurunnya daya saing produk dalam negeri.

Peraturan Menteri Bisnis No. 8/2024, alih-alih melindungi pasar nasional, yang terjadi malah menimbulkan gelombang besar pakaian impor di Indonesia. Berkat kebijakan baru ini, produk-produk murah bisa dengan mudah menembus pasar Indonesia, khususnya produk keramik, pakaian, sepatu, dan kosmetik.

Nasib pelaku usaha nasional yang masih berubah akibat dampak pandemi Covid-19 yang belum pulih sepenuhnya, akhirnya mendapat pukulan kedua akibat besarnya arus impor yang tidak terkendali.

Saat ini, gelombang PHK yang terjadi khususnya di sektor manufaktur menyebabkan perekonomian nasional semakin terpuruk. Meningkatnya jumlah orang yang terkena PHK pada paruh pertama tahun ini membuat masyarakat nyaris putus asa. Pada periode 1/2024, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah PHK dilaporkan mencapai 32.064 orang, meningkat signifikan sebesar 95,51% dibandingkan periode yang sama tahun 2023.

Meski pemerintah menyebutkan realisasi investasi masuk pada Januari-Juni 2024 menciptakan 1,23 juta lapangan kerja baru, namun jumlah pekerja yang terkena PHK tidak sedikit. Terdapat indikasi bahwa lebih sedikit pencari kerja di negara tersebut yang termasuk dalam sektor perekonomian yang stabil. Dalam 5 tahun terakhir (2019-2024) dilaporkan hanya tercipta 2,77 juta lapangan kerja resmi atau kurang dari 3 juta. Hal ini sangat berbeda dengan periode 2009-2014, ketika lapangan kerja yang tercipta di sektor formal menyediakan sekitar 15,62 juta pekerja.

Dalam beberapa tahun terakhir, hanya sedikit orang yang mengalami perubahan dalam hidup mereka. Mereka tidak lagi bekerja di sektor formal. Dalam 5 tahun terakhir, terdapat tanda-tanda semakin sulitnya masyarakat mendapatkan pekerjaan di sektor formal. Hingga Februari 2024, menurut data Sakernas, hanya 58,05 juta penduduk Indonesia yang bekerja di sektor formal. Sementara itu, sebanyak 59,17% masyarakat pada umumnya bekerja di sektor informal yang tidak menjanjikan jaminan penghasilan.

Saat ini, tidak sedikit masyarakat korban PHK yang terjun ke sektor gig economy, seperti menjadi pekerja taksi online, membuka usaha kecil-kecilan dengan dukungan modal kecil, atau terjun ke bisnis online yang tidak memerlukan loket khusus di toko atau pasar besar. UMKM kini menjadi salah satu andalan masyarakat untuk kelangsungan hidupnya.

Di banyak tempat, kehadiran UMKM tampak semakin meningkat, mulai dari menjual produk dari pedagang kaki lima (vendor) di pasar, membuka toko kelontong di desa-desa atau rumah-rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, membuka jasa laundry dan lain-lain. Bagi mereka yang tidak mempunyai modal, masyarakat korban PHK biasanya pulang ke kampung halaman bersama orang tuanya – sambil menunggu keadaan ekonomi kembali membaik.

Banyak keluarga kini mengadopsi metode “hemat makanan” untuk bertahan hidup. Persoalannya, sampai kapan Anda bisa mengandalkan tabungan untuk menghidupi keluarga jika tidak ada pemasukan yang masuk? Kekhawatiran inilah yang mewarnai kehidupan banyak keluarga kelas menengah yang menjadi korban PHK.

Jangan khawatir membicarakan keluarga miskin. Saat ini, kehidupan keluarga kelas menengah harus menghadapi tekanan yang hampir sama dengan keluarga miskin. Daya beli masyarakat kelas menengah kini merosot, begitu pula daya beli keluarga miskin. Akibat menjadi korban PHK atau terpuruknya usaha mereka, pendapatan keluarga kelas menengah dilaporkan menurun. Meskipun pada saat yang sama mereka sudah mengambil pinjaman untuk rumah dan mobil – yang pasti sulit dipenuhi ketika pekerjaan mereka tidak lagi dapat diandalkan. PEMERINTAH

Agar daya beli masyarakat tidak terpuruk dan korban PHK tidak terjerumus ke dalam kemiskinan ekstrem, harus diakui tidak banyak pilihan yang tersedia.

Pertama, pemerintah harus fokus menyelamatkan nasib industri manufaktur yang sedang sekarat. Pada saat yang sama, alangkah baiknya jika pemerintah berusaha memastikan nasib sektor industri tidak merenggut persaingan akibat masuknya barang dari negara lain secara sembarangan. Mengutamakan kepentingan industri lokal mutlak diperlukan agar perekonomian nasional tidak terpuruk.

Kedua, pemerintah sebaiknya menggunakan APBD untuk mengembangkan proyek padat karya yang dapat menyerap masyarakat yang terkena PHK sehingga dapat kembali bekerja. Namun APBN merupakan salah satu landasan pemerintah untuk berperan dalam mendorong penciptaan lapangan kerja yang dapat menampung korban PHK.

Ketiga, pemerintah perlu mendorong harapan masyarakat agar tidak kecewa. Indeks Keyakinan Konsumen Juni 2024 yang selama dua bulan berturut-turut turun ke level terendah sejak Maret, perlu dihidupkan kembali. Namun, mendorong percepatan perekonomian nasional akan sulit dilakukan jika masyarakat tidak peduli terhadap masa depan negara ini.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel