Bisnis.com, JAKARTA — Kekhawatiran perekonomian AS terancam resesi membawa keberuntungan bagi nilai tukar rupiah yang terus menguat dalam beberapa hari terakhir. Sentimen ini juga didukung oleh fundamental perekonomian Indonesia yang positif, meskipun tingkat PDB masih terbilang lemah.
Pada perdagangan Kamis (8/8/2024), rupiah dibuka menguat 0,29% atau 47 poin hingga diperdagangkan pada Rp 15.988. Nilai tukar rupiah hari ini berhasil menembus batasan psikologis Rp16.000 per dolar AS dan membuka kepercayaan pasar.
Tak hanya rupee, beberapa mata uang di Asia juga dibuka menguat. Yen Jepang dilaporkan menguat 0,15%, dolar Hong Kong menguat 0,07% dan dolar Taiwan menguat 0,1%, dolar Singapura juga menguat 0,05%, rupee India menguat 0,01% dan baht Thailand menguat 0,05%. dengan 0,08%.
Hingga pukul 11.00 WIB, rupiah terus menguat hingga Rp 15.925 per dolar AS.
Menurut Bloomberg, investor saat ini mengkhawatirkan prospek perekonomian Amerika Serikat (AS), seperti angka pengangguran yang masih tinggi, serta inflasi yang belum mereda, hingga muncul kekhawatiran perekonomian AS terancam. dengan resesi. Investor juga memperkirakan Federal Reserve atau The Fed akan segera memangkas suku bunga acuannya.
Investor meningkatkan pendiriannya terhadap potensi The Fed untuk menurunkan suku bunga setelah pertemuan mengejutkan bank sentral AS pada Rabu pekan lalu. Dalam pertemuan tersebut, Gubernur Fed Jerome Powell memberi isyarat bahwa penurunan suku bunga bisa terjadi pada September 2024.
Pernyataan ini disusul dengan rilis data pasar tenaga kerja yang lemah pada hari Jumat di minggu yang sama.
Pasar swap memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga hampir 50 basis poin pada September 2024.
Peran tradisional dolar AS sebagai safe haven dapat selalu muncul kembali jika pasar terus melemah atau ancaman geopolitik di Timur Tengah meningkat.
Ada pula kembalinya fenomena perdagangan Trump, yaitu penempatan dana pada aset seperti dolar AS atau Bitcoin yang diuntungkan dengan kebijakan pajak yang lebih longgar dan tarif yang lebih tinggi jika Donald Trump terpilih kembali menjadi presiden Amerika Serikat. .
“Mereka mungkin tidak akan melakukan pemotongan sampai The Fed melakukan pemotongan. Terutama ketika pasar sedang sangat fluktuatif,” kata Jon Harrison, Managing Director Strategi Makro Pasar Negara Berkembang di GlobalData TS Lombard, seperti dilansir Bloomberg pada Rabu (7/7). 8/2024).
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti meyakini kondisi puncak suku bunga yang lebih panjang akan segera berakhir. Ingat, The Fed sudah memberikan sinyal akan memangkas suku bunga atau Fed Funds Rate (FFR) pada September 2024.
“Keadaan tinggi ini dalam jangka panjang kecil kemungkinannya akan terulang secara global, kecil kemungkinannya. Tentu ini akan berdampak baik bagi perekonomian nasional kita dan juga bagi perekonomian negara-negara peer group kita,” kata Destry usai dilantik. Deputi Gubernur Senior BI. di Mahkamah Agung, Rabu (07/08/2024).
Destry juga meyakini Indonesia akan tetap tangguh di tengah perekonomian AS yang rawan resesi.
“Saya kira kita masih mempunyai stamina untuk menghadapi guncangan, tapi setidaknya kita akan lebih aman,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Keuangan (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menilai Indonesia bisa mengantisipasi dampak resesi Amerika terhadap perekonomian Indonesia, sehingga Indonesia bisa mengambil manfaat dari risiko resesi Amerika. .
Jika ancaman resesi membuat The Fed menurunkan suku bunganya, maka hal tersebut akan berdampak positif terhadap stabilitas makroekonomi di Indonesia.
“Jika kebijakan suku bunga AS diturunkan maka akan menimbulkan tekanan capital outflow [arus keluar modal asing] yang seharusnya bisa diturunkan. Artinya, suku bunga dalam negeri kita, terutama dalam rupee, akan relatif menarik bagi investor,” Febrio jelasnya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2024).
Bahkan, dia menjelaskan, dampak ancaman resesi AS sudah mulai terlihat seiring dengan anjloknya imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) Rupiah hingga 6,77%. Oleh karena itu, Febrio pun meyakini jika The Fed memutuskan menurunkan suku bunga, maka akan berdampak positif pada sistem pembiayaan utang negara.
Ia juga menyatakan, pemerintah akan memantau dinamika global setiap hari. Dengan cara ini, pemerintah dapat membuat kebijakan yang berdampak positif terhadap perekonomian.
“Kebijakan-kebijakan yang kita terapkan di negeri ini sebenarnya memastikan bahwa ketidakpastian ini tidak berdampak negatif bagi kita, tapi bagaimana kita bisa memanfaatkannya untuk benar-benar menjadi lebih baik dan memberikan peluang bagi kita,” kata Febrio.
Cadangan devisa RI yang membaik menopang penguatan rupee
Cadangan devisa (cadev) Ri pada Juli 2024 tercatat sebesar $145,5 miliar, lebih tinggi $5,2 miliar dibandingkan posisi Juni 2024.
Posisi cadangan devisa pada akhir Juli 2024 setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar. 3 bulan impor.
Kepala Badan Pengelolaan Uang dan Surat Berharga BI Edi Susianto menilai cadangan devisa penting karena berguna untuk melunasi utang luar negeri pemerintah dan menstabilkan nilai tukar.
Seperti yang terjadi pada April lalu, cadangan devisa harus turun sebesar $4,2 miliar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah yang sempat mencapai lebih dari Rp16.200 per dolar AS. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25%.
“Salah satu sumber peningkatan cadev adalah penerbitan sukuk global yang dilakukan pemerintah. Tentu saja, cadev yang cukup akan mendorong peningkatan kepercayaan investor,” ujarnya.
Selain itu, Edi menilai kondisi fundamental perekonomian Indonesia masih cukup baik didorong oleh sentimen global yang positif, terutama ekspektasi pasar bahwa The Fed akan menurunkan Fed Funds Rate (FFR) pada tahun ini, pertanda nilai tukar rupiah akan terus menguat. jatuh. untuk memperkuat
Tentu saja hal ini mendukung kemungkinan penguatan nilai tukar rupiah. Hari ini nilai tukar rupiah cukup menguat, bahkan menembus Rp 16.100,- lanjutnya.
Kepala Ekonom di PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menjelaskan kenaikan cadangan devisa juga akan berdampak positif terhadap nilai tukar rupiah.
“Kami memperkirakan pada tahun 2024 cadangan devisa akan meningkat menjadi $150 miliar dibandingkan $146,4 miliar pada akhir tahun 2023. Oleh karena itu, kami memperkirakan nilai tukar rupee akan terapresiasi dari level saat ini menjadi sekitar Rp 15.800-16.000 per dolar AS. pada akhir tahun 2024,” kata Josua, Rabu (7/8/2024). (Fahmi Ahmad Burhan)
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel