Bisnis.com, Jakarta – Keputusan Menteri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BUMN (Kepmen) No. SK-189/MBU/07/2024 mengubah susunan Dewan Komisaris (Dekom) PT PLN (Persero) dari Juli. 25 2024.
Dibandingkan triwulan I 2024, sesuai keputusan menteri BUMN, terjadi penambahan dua komisaris independen Andy Arif dan Mutanto Yuwono, serta penggantian komisaris utama yang merupakan komisaris independen yaitu Burhanuddin Agus DW Martoverdojo. . Abdullah.
Perintah Menteri BUMN (Kepmen) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) No. SK-189/MBU/07/2024 Mengubah susunan Dewan Komisaris (Dekom) PT PLN (Persero) mulai 25 Juli 2024. Dibandingkan triwulan I 2024, sesuai perintah menteri BUMN ini ada penambahan dua komisaris independen, Andy Arif dan Mutanto Uono, serta digantikan oleh komisaris utama yang merupakan komisaris independen yaitu Burhanuddin Abdullah dari Agus DW Martoverdojo.
Di antara ketiga anggota Dewan Komisioner tersebut, Andy Arif dan Burhanuddin Abdullah cukup menyita perhatian publik karena semuanya berasal dari partai politik pendukung presiden terpilih. Selain itu, Andy Arif dilaporkan ditangkap pada Maret 2019 atas tuduhan narkoba, sedangkan Burhanuddin Abdullah, mantan Gubernur Bank Indonesia, dikaitkan dengan kasus korupsi pada Oktober 2008.
Keputusan ini menjadi kewenangan Menteri BUMN selaku RUPS dan BUMN No. PER-02/MBU/02/2015 Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Otoritas Jasa Keuangan BUMN dan (POJK) No. 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Komisaris Distributor atau Perusahaan Publik.
Syarat kedua syarat tersebut adalah tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan pemerintah dan/atau sektor keuangan dalam jangka waktu 5 tahun sebelum pengangkatannya. Namun perintah menteri BUMN tersebut menjadi perdebatan publik karena dianggap bertentangan dengan pasal 6 perintah menteri BUMN No. PER-3/MBU/03/2023 Tentang Kedudukan Pengurus Partai Politik.
Melalui artikel ini, penulis sekadar mengingatkan bahwa kebijakan tersebut menandakan bahwa kepengurusan organisasi masih belum sama dengan pemegang saham. Hal ini tidak lepas dari posisi kepemimpinan PLN sebagai salah satu BUMN strategis di Indonesia, salah satu pembayar dividen terbesar dan perusahaan utilitas terbaik di ASEAN menurut Fortune 500 di Asia Tenggara.
Meski bukan perusahaan publik, PLN menjadi emiten karena memiliki rekam jejak panjang dalam menerbitkan surat utang dalam rupee dan mata uang asing. Utang obligasi dan sukuk PLN mencapai Rp197,74 triliun, dan utang perbankan senilai Rp148,82 triliun menurut laporan keuangan auditan tahun 2023.
Dalam hal ini jelas bahwa kepentingan para pemangku kepentingan yaitu investor surat utang dan pemberi pinjaman sangatlah material. Tata kelola perusahaan masih terabaikan karena diatur dalam Pedoman Umum Tata Kelola Perusahaan Indonesia 2021 (PUG-KI).
Dalam Perjanjian Memorandum Global Medium Term Note (GMTN) untuk fasilitas PLN senilai USD 15 juta tanggal 22 Juni 2020, bagian faktor risiko terkait Indonesia secara khusus menguraikan permasalahan terkait faktor manajemen organisasi. Independensi badan-badan utama perusahaan.
Selain itu, sehubungan dengan bagian manajemen dalam dokumen ini, setiap profil manajemen diungkapkan secara objektif. Di masa depan, jika PLN menerbitkan GMTN bersamaan dengan obligasi dan sukuk, sehingga memberikan akses terhadap kredit bank untuk membiayai belanja modal PLN, profil manajemen memperkirakan akan ada kekhawatiran yang lebih besar.
Terkait penerapan lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG), aspek tata kelola juga menjadi isu penting lainnya. Merujuk pada listing sektor korporasi terkait ESG yang diterbitkan Pefindo, unsur tata kelola terdiri dari tiga unsur yaitu struktur tata kelola, pemantauan manajemen risiko, serta transparansi dan pelaporan.
Faktor pertama dan kedua, yang mencakup risiko orang-orang kunci serta rekam jejak dan kredibilitas manajemen, diharapkan menjadi perhatian lembaga pemeringkat mengingat struktur manajemen PLN saat ini.
Terakhir, mengingat posisi PLN yang strategis, maka perlu mempertimbangkan ketentuan Asean Organizations Governance Cards (ACGS) dan PUGKI, khususnya mengenai unsur Dewan Komisaris sesuai pergantian anggota yang terjadi belakangan ini. Keahlian yang dibuktikan dengan sertifikasi profesi diperlukan untuk memantau berbagai masalah operasional dan keuangan perusahaan, memantau risiko dan meninjau strategi perusahaan, memberikan nasihat tentang rencana bisnis dan mengelola manajemen pelaksanaan rencana bisnis. Dewan direksi.
Kemampuan dan profesionalisme anggota Dewan Komisaris baru akan diuji ketika mereka mengambil lebih banyak tanggung jawab di bawah Dewan Komisaris pada komite-komite seperti Komite Audit, Komite Manajemen Risiko, Komite Nominasi dan Remunerasi serta tanggung jawab penting lainnya.
Penerapan tata kelola yang baik harus menjaga keseimbangan antara pemangku kepentingan lainnya, terutama investor dan kreditor, serta kepentingan pemegang saham.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel