Bisnis.com, JAKARTA – Volatilitas pasar keuangan yang terjadi pada pekan lalu, termasuk kemungkinan resesi ekonomi, menambah tekanan pada bank sentral dunia, khususnya The Fed, untuk mempertahankan suku bunga tetap konstan.

Di sisi lain, reaksi awal dari seluruh dunia terhadap aksi jual besar-besaran di pasar saham pada hari Senin menunjukkan bahwa pejabat bank sentral tidak terlalu khawatir.

Reserve Bank of Australia mempertahankan suku bunga pada level tertinggi 12 tahun pada Selasa (06/08/2024) dan menolak rencana penurunannya bulan depan, menurut Bloomberg.

Sementara itu, Presiden Federal Reserve Bank San Francisco Mary Daly baru saja mengumumkan pada hari Senin bahwa penurunan suku bunga akan dilakukan pada kuartal berikutnya, dan mencatat bahwa pasar mungkin bergerak terlalu banyak ke satu arah.

Bank sentral dan kementerian keuangan Jepang bertemu pada hari Selasa untuk membahas pasar dan menyimpulkan bahwa tidak ada perubahan dalam pandangan bahwa perekonomian Jepang sedang menuju pemulihan.

Pasar saham dari Asia hingga Amerika menguat pada hari Selasa, meskipun beberapa investor memperingatkan agar tidak menyimpulkan bahwa gejolak telah berakhir.

Analis global Brown Brothers Harriman mengatakan hingga data menjadi lebih jelas bahwa Amerika Serikat akan jatuh ke dalam resesi, volatilitas masih terjadi di semua pasar karena masalah uang.

Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang ketat akan menambah hambatan baru bagi pertumbuhan ekonomi. Menurunnya inflasi berarti dampak nyata dari penetapan suku bunga yang lebih tinggi oleh bank sentral semakin meningkat.

James Knightley, kepala ekonom internasional di ING Financial Markets, mengatakan berita tersebut masih menunjukkan kemungkinan terjadinya soft landing.

Untuk mencapai hal tersebut, bank sentral – bukan hanya The Fed – perlu menaikkan suku bunga ke level netral lebih cepat dari perkiraan sebelumnya,” jelasnya, dilansir Bloomberg, Rabu (7/8/2024).

Salah satu alasan penurunan pasar pada hari Senin adalah laporan pekerjaan AS yang lebih lemah dari perkiraan untuk bulan Juli 2024. Reaksi pasar terhadap data tersebut memunculkan laporan bahwa Ketua Fed Jerome Powell dan pejabat lainnya melakukan kesalahan dengan tidak memangkas suku bunga pada pertemuan FOMC 30-31 Juli.

Analis di Brown Brothers mengatakan laporan penjualan ritel bulan Juli pada hari Kamis dapat membantu meningkatkan sentimen.

Data yang lebih luas menunjukkan bahwa pasar tidak terlalu khawatir terhadap krisis keuangan yang akan datang. Survei The Fed terhadap bank-bank terkemuka menunjukkan pada hari Senin bahwa lebih sedikit bank yang memperketat standar pinjaman pada kuartal terakhir karena permintaan pinjaman komersial dan industri mulai stabil.

Michael Every, analis global di Rabobank, mengatakan pecahnya gelembung saham setelah kenaikan 20% tahun ini hingga pertengahan Juli sejalan dengan keinginan The Fed.

Di sisi lain, penurunan minat investor terhadap aset berisiko dapat melemahkan minat perusahaan dalam merekrut pekerja dan kesediaan konsumen untuk terus berbelanja. Hal ini meningkatkan risiko kemerosotan ekonomi.

Robert Sockin, ekonom global di Citigroup Inc, mengatakan lemahnya aktivitas ekonomi dan kekhawatiran resesi dapat menambah permasalahan.

“Meskipun saat ini mungkin berbeda, perekonomian global telah menunjukkan ketahanan yang luar biasa selama periode ini,” katanya.

Suku bunga berjangka menunjukkan bahwa pelaku pasar saat ini memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga setidaknya satu poin persentase pada akhir tahun. Investor juga menambah pertaruhan mereka terhadap penurunan suku bunga oleh Bank Sentral Inggris (BoE) dan Bank Sentral Eropa (ECB), yang keduanya telah melakukan pelonggaran kebijakan pada tahun ini.

Rob Subbaraman, kepala riset pasar global di Nomura, yang bekerja di Lehman Brothers selama krisis keuangan tahun 2008, mengatakan kombinasi pertumbuhan ekonomi, suku bunga tinggi, penilaian pasar, dan perubahan sentimen yang tiba-tiba menimbulkan risiko merusak perekonomian.

“Ini adalah dunia di mana ketidakstabilan bisa dimulai dan bisa berdampak buruk pada perekonomian,” dia memperingatkan.

Film Elon Musk

Tekanan terhadap The Fed tidak hanya datang dari para ekonom dan investor. Salah satu orang terkaya di dunia, Elon Musk, mengkritik bank sentral AS yang tidak segera menurunkan suku bunga.

Menurut Reuters, Elon Musk mengatakan The Fed perlu menurunkan suku bunga dan bank sentral AS dianggap “konyol” karena belum melakukan pemotongan.

Hal itulah yang diungkapkan Elon Musk dalam komentarnya di artikel di X (sebelumnya Twitter) usai rilis data ekonomi AS pekan lalu yang menunjukkan pelemahan.

Data tersebut pada akhirnya menimbulkan kekhawatiran bahwa The Fed akan membiarkan FFR berlaku untuk waktu yang lama. Situasi ini juga diperkirakan berbahaya bagi perekonomian.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel