Bisnis.com, JAKARTA – Perkembangan minyak dan gas (migas) pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kehilangan sebagian besar hal yang diinginkan. Meski demikian, pemerintah masih berupaya meningkatkan sumber daya migas yang ada. 

Operator migas, Hadi Ismoy, mengatakan ketimpangan transportasi migas di dalam negeri disebabkan kurangnya kerja sama antar pemangku kepentingan. 

Hadi mengatakan, Senin (5/8/2024) “Kebijakan produksi di bawah Presiden Jokowi sangat mengecewakan karena banyak tenaga yang terbuang untuk meningkatkan produksi.” 

Dukungan seluruh pemangku kepentingan diperlukan untuk mencapai tujuan produksi 12 miliar barel minyak dan gas pada tahun 2030. 

Menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintahan baru untuk memperkuat tim mulai dari Kementerian ESDM, Dirjen Migas, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. pemerintah daerah. 

“Kita darurat energi, subsidi energi 200 triliun naira setiap tahun, dan impor kita sudah 1 juta barel per hari, jadi kita perlu strategi besar yang dipandu oleh presiden.” 

Selain itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan mencapai 1.583-1.648 juta barel setara minyak per hari (boepd) pada tahun 2025. Secara eceran 580.000-601.000 barel per hari (bopd) sebesar 1,003 hingga 1,047 juta barel gas alam per hari.

Hadi mengatakan, pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sangat sulit terutama di bidang produksi minyak. Pada saat yang sama, masih terdapat peluang untuk menggunakan gas alam, karena banyak proyek pembangunan baru yang dikembangkan dengan menggunakan gas alam. 

“Untuk meningkatkan produksi pada tahun 2025, kita perlu fokus pada rencana bisnis yang baik seperti produksi minyak dan gas jangka pendek, regenerasi, ekspansi, rekahan hidrolik.” 

Selain itu, Hadi mengatakan untuk sementara hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki bidang-bidang yang menghambat atau mengidentifikasi peralatan atau perangkat yang membatasi produksi, dan meninjau kembali bidang-bidang yang terdepan dalam pembangunan kecil dan menengah. 

“EOR jangka menengah dan panjang serta eksplorasi ekstensif,” ujarnya.  Pengangkatan berkurang

Informasi terkini Kementerian ESDM menunjukkan jumlah minyak bumi yang dihasilkan mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir. Minyak mentah hingga Juni 2024 tercatat sebesar 578.000 barel per hari (bopd), dibandingkan target APBN 2024 sebesar 635.000 bopd. 

Rekor produksi minyak pada tahun-tahun sebelumnya juga meleset dari target tersebut. Kemajuan dicapai pada tahun 2023 ketika produksi minyak mencapai 606.000, dimana pada tahun 2023 APBN menargetkan 660.000. 

Situasi serupa terjadi pada tahun 2022, dimana produksi minyak mentah hanya mencapai 612.000 bopd atau 87,1% dari proyeksi APBN 2022 sebesar 703.000 bopd.

Pada tahun 2021, pemerintah juga menargetkan peningkatan sebesar 705.000 barel per hari, namun yang tercapai hanya 659.000 barel per hari. Produksi minyak mentah tahun lalu sebesar 708.000 barel per hari atau kurang dari 755.000 barel per hari. 

Di sisi lain, impor gas alam meningkat pada tingkat yang moderat. Produksi gas bumi pada semester I/2024 tercatat sebesar 6,635 juta kaki kubik per hari (MMscfd). Implementasi tahap pertama ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 6.630 MMscfd. 

Saat ini, realisasi produksi gas bumi pada tahun 2022 turun menjadi 6.490 MMscfd, turun dibandingkan tahun lalu 6.668 MMscfd dan 6.665 MMscfd pada tahun 2020. Sementara itu, pemerintah menargetkan peningkatan produksi gas bumi menjadi 12 miliar kaki kubik (BCF) pada tahun 2030. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel