Bisnis.com, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) dinilai belum masuk dalam resesi, meski data ketenagakerjaan non-farm payrolls (NFP) menunjukkan realisasinya di bawah konsensus pasar.

Dhruvya Satria, Ekonom Bahana Sekuritas, mengatakan dalam laporannya, koreksi besar-besaran di pasar saham disebabkan oleh rilis data ketenagakerjaan non-farm payrolls (NFP) AS Juli 2024 yang lebih rendah dari perkiraan.

Publikasi tersebut melaporkan peningkatan 114,000 pekerjaan, di bawah perkiraan konsensus sebesar 175,000 pekerjaan.

“Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa bank sentral AS, Federal Reserve, tertinggal dalam merespons potensi resesi,” kata Satria dalam laporannya. Pada saat yang sama, pasar kini memperkirakan penurunan suku bunga sebesar 50 basis poin pada September mendatang.” Senin (5/8/2024).

Meski demikian, Satria meyakini pertumbuhan lapangan kerja pada Juli 2024 tidak akan seburuk persepsi pasar. Ketika data NFP dirilis, AS menunjukkan perolehan lapangan kerja kurang dari 100.000 pada tahun 2012, 2013, 2015, 2016 dan 2017, katanya.

Yang lebih penting lagi, tidak ada resesi di AS pada tahun 2018-2019, ketika suku bunga acuan AS dianggap terlalu tinggi dan kebijakan The Fed saat itu terlalu hawkish. 

Pada saat yang sama, ia menambahkan, angka NFP April-Juni hanya direvisi turun sekitar 27.000-67.000. Sementara itu, data bulan Maret 2024 direvisi lebih tinggi, mencerminkan berlanjutnya penguatan pasar tenaga kerja AS.

Satria mengatakan perdagangan inflasi belum mati karena AS mengeluarkan lebih banyak uang untuk menstimulasi perekonomian menjelang pemilihan presiden November mendatang.

Pada saat yang sama, dia mengatakan aksi jual pasar saham saat ini mungkin disebabkan oleh berakhirnya siklus perdagangan yen Jepang dan bukan karena resesi AS. 

Ini merupakan peluang bagus bagi investor untuk mengambil komoditas yang memanfaatkan kuatnya permintaan global atau ketahanan perekonomian global, kata Satria.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel