Bisnis.com, JAKARTA – Kondisi manufaktur ASEAN tercatat membaik, meski Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur ASEAN sedikit menurun menjadi 51,6 pada Juli, turun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 51,7. 

Berdasarkan data PMI S&P Global, angka tersebut masih berada pada level ekspansi. Aktivitas industri manufaktur ASEAN diperkirakan akan kembali bergairah pada awal kuartal ketiga tahun ini, didorong oleh aktivitas bisnis dan lapangan kerja baru. 

Sementara itu, angka PMI manufaktur ASEAN terdiri dari kondisi aktivitas manufaktur di beberapa negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, yang mulai mengalami kontraksi hingga 49,3 pada Juli 2024 setelah 34 bulan berada dalam posisi ekspansif. 

Indeks PMI manufaktur Malaysia juga sedikit menurun menjadi 49,7 pada Juli 2024 dari 49,9 pada Juni 2024. Sebaliknya, kinerja manufaktur di Myanmar juga turun menjadi 48,4 pada Juli, turun dari 50,7 pada bulan sebelumnya.

Selain Indonesia, Malaysia, dan Myanmar, aktivitas manufaktur di Filipina turun sedikit menjadi 51,2 di bulan Juli dari 51,3 di bulan Juni. Sementara itu, Thailand dan Vietnam tercatat masih tumbuh pada indikator kinerjanya.

Sementara itu, PMI manufaktur Thailand naik menjadi 52,8 pada bulan Juli dari 51,7 pada bulan sebelumnya, sedangkan indeks PMI manufaktur Vietnam turun menjadi 54,7 dari Juni 2024. 

Secara keseluruhan, perusahaan manufaktur di negara-negara ASEAN menghadapi kenaikan harga input dan output dengan tingkat inflasi yang tinggi sejak bulan Februari lalu. 

Ekonom S&P Global Market Intelligence Maryam Baloch mengatakan pertumbuhan sektor manufaktur ASEAN pada semester I akan berlanjut hingga semester II tahun 2024. 

“Kondisi permintaan terus menguat, dan permintaan baru naik ke level tertinggi dalam 15 bulan, mendorong perusahaan untuk meningkatkan produksi pada tingkat yang solid pada bulan Juli,” ujarnya.

Selain itu, perbaikan yang terus berlanjut mendorong produsen untuk menambah jumlah pekerja selama 2 bulan berturut-turut, meskipun jumlah lapangan kerja masih sedikit. 

Aktivitas pembelian meningkat pada tingkat yang moderat didorong oleh pesanan baru, meskipun stok input turun. Jumlah barang manufaktur juga mengalami penurunan. 

“Namun, tekanan inflasi kembali menguat pada periode survei terakhir. Tekanan harga yang berkelanjutan dapat menghambat pertumbuhan dalam beberapa bulan mendatang dan menunjukkan bahwa bank sentral di seluruh kawasan akan mempertahankan kebijakan suku bunga yang lebih ketat,” jelasnya. 

Di sisi lain, jika kita melihat lebih jauh di luar ASEAN, PMI manufaktur Taiwan turun menjadi 52,9 pada bulan Juli dari sebelumnya 53,2. Kemudian, Tiongkok turun dari 51,8 pada Juni 2024 menjadi 49,8 pada Juli 2024.

Kondisi manufaktur telah melambat di negara-negara Asia Timur lainnya, seperti Jepang, yang saat ini turun menjadi 49,1 dari sebelumnya 50 dan Korea Selatan menjadi 51,4 dari 52 pada bulan Juli. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel