Bisnis.com, JAKARTA – Skema pembentukan Holding BUMN Karya perlu direformasi karena perusahaan dengan kondisi keuangan negatif berisiko membebani entitas yang sehat.

Kementerian BUMN berencana menggabungkan beberapa perusahaan konstruksi milik negara atau 7 perusahaan menjadi 3 grup. Langkah ini dilakukan agar setiap senior BUMN bisa bekerja sesuai dengan spesialisasinya.

Tujuh BUMN Karya yang akan dimerger adalah PT Khutama Karya (Persero), PT Adhi Karya (Persero) Tb., PT Vaskita Karya (Persero) Tb., PT PP (Persero) Tb., PT Vijaya Karya (Persero) Tb. , PT Brantas Abipraya (Persero) dan PT Nindya Karya (Persero).

Rencananya, ADHI akan menjadi holding Brantas dan Nindya, sedangkan Vaskita akan bergabung di HC. Sedangkan PTPP diselesaikan oleh Wijaya Karya.

Pengamat BUMN Datanesia Institute Herri Gunavan mengatakan integrasi BUMN Karya sangat relevan karena dapat memastikan proses bisnis tidak tumpang tindih, dapat menjalankan tugas pemerintahan dan membiayainya.

Namun, ia menilai skema integrasi tidak boleh dibagi menjadi tiga kelompok. Sebab, berisiko membebani perusahaan yang kinerja keuangannya positif, seperti Hutama Karya dan PTPP.

“Ini hanya menyebarkan virus ke perusahaan yang sehat. Prestasi blue-chip saat ini seperti Hutama Karya dan PTPP terancam meredup. “BUMN Karya lebih baik di satu posisi, bukan tiga seperti yang diharapkan,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (15/7/2024).

Menurut dia, satu holding bisa menjadi unggulan bagi kelompok usaha yang beroperasi lintas daerah karena masih diperlukannya pembangunan infrastruktur. Dengan lokalisasi, kantor pusat anak perusahaan juga harus berlokasi di wilayah operasi.

“Contohnya Hutama Karya menguasai Sumatera dan Kalimantan. “Ini hanya contoh atau PTPP di Sulawesi, NTB, NTT, Bali, dan Papua,” kata Gerry.

Ia mengatakan, situasi seperti ini akan berdampak besar. Pembangunan daerah demi berkembangnya perekonomian daerah, tidak hanya disebabkan oleh kurangnya angkatan kerja.

Oleh karena itu, Herry menilai situasi penggabungan 7 Karya BUMN menjadi 3 perusahaan berisiko menimbulkan dampak negatif yang lebih besar. Menurut dia, dampaknya tidak hanya finansial, tapi juga berdampak pada reputasi perusahaan.

Bayangkan Khutama Karya menerbitkan obligasi. Indikator saat ini berwarna biru. Begitu Vaskita Karya terkoneksi atau terkonsolidasi, maka risiko keterhubungannya akan semakin besar. Akibatnya, harus dibayar dengan suku bunga. Ini masalah reputasi, dan kemudian turun. “Itu sebabnya kita perlu menilai kembali situasinya,” tutupnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA