Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai industri perbankan Indonesia menunjukkan kondisi stabil dan stabil hingga Juni 2024. Hal ini didukung dengan peningkatan efisiensi intermediasi perbankan. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Edina Rae mengatakan kredit meningkat Rp 102,29 triliun atau 1,39 persen year-on-month (mom/mtm). Sementara pinjaman tahunan terus mencapai angka dua digit mencapai Rp7.478,4 triliun dengan peningkatan 12,36%.

“Pada Juni 2024, pinjaman kepada usaha kecil dan menengah meningkat sebesar 5,68% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meski pertumbuhan [UMKM] diakui lebih lambat dibandingkan kredit non-UMKM,” ujarnya dalam Agenda Midyear Challenges 2024 Bisnis Indonesia, “Menjajaki Prospek Perekonomian di Tengah Perubahan Geopolitik dan Kebijakan Pemerintah”, Senin (29/7/2024).

Pada periode yang sama, kualitas kredit yang tercermin pada rasio kredit bermasalah (NPL) neto adalah sebesar 0,78% net dan NPL bruto 2,26%. 

Menurut Dian, kenaikan NPL akibat Covid-19 terkendali sepenuhnya berkat stimulus restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 yang diumumkan OJK.

“Kebijakan ini akan efektif dan manfaat pertumbuhan NPL yang berlebihan akan berakhir pada 31 Maret 2024 karena adanya keyakinan yang tinggi bahwa pemulihan ekonomi akan terus berlanjut,” ujarnya. 

Sejalan dengan itu, pinjaman restrukturisasi menurun menjadi 10,75% pada Mei 2024, jauh lebih rendah dibandingkan 13,38% pada Mei 2023. LAR juga diperkirakan akan kembali menjadi satu digit seperti sebelum pandemi Covid-19. 

Diketahui, hingga Mei 2024 atau dua bulan setelah pencabutan keringanan pada 31 Maret 2024, nilai pinjaman restrukturisasi Covid-19 mencapai Rp192,52 triliun, turun Rp207,4 triliun dibandingkan April 2024. Angka tersebut juga jauh lebih rendah dibandingkan puncaknya pada tahun 2020 yang mencapai Rp 830 triliun.

“Bank juga mengantisipasi potensi peningkatan risiko kredit dengan membangun cadangan yang sangat memadai, pengalokasian pinjaman yang hati-hati serta pengendalian dan pemantauan terhadap pinjaman yang diberikan,” ujarnya. 

Per Juni 2024, rasio total CKPN terhadap total kredit restrukturisasi masih relatif tinggi yaitu sebesar 60,64% yang menunjukkan bahwa perbankan selalu berhati-hati dan kualitas kredit restrukturisasi yang akan menurun seiring dengan berakhirnya insentif menunjukkan bahwa mereka mengharapkan potensinya.

Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juni 2024 menunjukkan hasil yang positif, meningkat 0,27% mtm atau 8,45% dari sebelumnya 8,63% menjadi Rp 8,722 triliun, dan giro menjadi kontributor utama yaitu 13,48% secara tahunan di rekening tersebut. 

Dian juga mengatakan, fungsi brokerage akan berdampak pada profitabilitas di tengah kenaikan suku bunga, dengan return on assets (ROA) bank yang stabil di 2,56% dan NIM margin bunga bersih di 4,56%.

“Permodalan bank sudah mencapai 26,17%, secara teori sangat kuat sehingga akan menjadi bantalan yang kokoh untuk memitigasi risiko perekonomian global yang tidak menentu,” ujarnya. 

Pada bulan Mei 2024, rasio likuiditas industri perbankan pada alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 114,58% dan 25,78% atau lebih tinggi sesuai dengan batas 50%. dan 10% masing-masing.

“Situasi ini konsisten dengan kondisi likuiditas global yang ketat di tengah peningkatan kebijakan bank sentral selama beberapa waktu. Secara keseluruhan, perbankan masih optimis dalam memberikan pinjaman pada tahun 2024 sejalan dengan suku bunga pinjaman pada bulan Juni 2024, dan NPL cenderung menurun menjelang akhir. tahun depan, tutup Diane. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel