Bisnis.com, Jakarta — Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo menilai peluang kerja di sektor formal masih terbatas. Hal ini menjadikan jumlah pekerja sektor informal lebih banyak dibandingkan pekerja sektor formal.
Ketua Kolektor Apindo Shinta Kamdani berpendapat, alasan utama mengapa jumlah pekerja di sektor informal lebih tinggi dibandingkan di sektor formal bukan hanya masalah kompetensi tetapi juga terbatasnya jumlah pekerjaan yang berkualitas formal. Tenaga kerja bekerja di sektor informal, yang banyak di antaranya bukan merupakan pekerjaan berkualitas.
Ia mengatakan, dalam 9 tahun terakhir, angkatan kerja di sektor industri di Indonesia mengalami penurunan. Sebagai perbandingan, pada tahun 2013, investasi sebesar $1 triliun dapat mempekerjakan 4.594 pekerja.
Namun pada tahun 2022, setiap investasi senilai Rp 1 triliun hanya mampu menarik 1.081 tenaga kerja. Menurut dia, investasi tersebut akan mengurangi padat karya dan modal. Tak heran, sektor manufaktur padat karya, khususnya TPT, sedang mengalami serangkaian pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Selanjutnya, digitalisasi dan otomatisasi juga akan mengakibatkan lebih sedikit pekerja dan lebih banyak pekerjaan berketerampilan tinggi,” ujarnya kepada Bisnis Kamis (11/7/2024).
Ia juga menilai dampak pandemi Covid-19 selama ini belum menjadi alasan utama untuk menyelamatkan dunia usaha industri dalam negeri. Namun permasalahan umum sebelumnya seperti perizinan berusaha, ketersediaan lahan, ketidakpastian hukum, korupsi, ketenagakerjaan dan lain-lain masih menjadi permasalahan di Indonesia.
Situasi ini diperparah dengan melemahnya perekonomian dunia akibat perang dan ketegangan geopolitik internasional.
Apindo merekomendasikan agar pemerintah terus mendukung sektor industri yang bekerja secara intensif seperti tekstil dan produk TPT, elektronik, sepatu, makanan dan minuman, mobil, pariwisata dan perdagangan untuk menyerap tenaga kerja dari sektor formal.
Dunia usaha, kata dia, berharap Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dapat meningkatkan kemampuan kerja permanen sumber daya manusia atau pekerja struktural umum sehingga menjadikan lingkungan usaha kompetitif untuk menarik investasi. Selain pendidikan, peningkatan kualitas pekerja melalui program keterampilan, pelatihan ulang keterampilan, dan peningkatan keterampilan.
Di sisi lain, Shinta menambahkan perlu adanya kebijakan insentif atau stimulus untuk mendorong sektor-sektor yang bekerja secara intensif, meningkatkan implementasi kebijakan pengurangan pajak super untuk pengembangan keterampilan dan mempercepat penyelesaian perjanjian perdagangan bebas atau FTA.
Selain itu, konsistensi kebijakan impor dan ekspor mengenai kayu bulat jadi dan bahan baku, kepastian menjaga kebijakan fiskal dalam mata uang dolar, dan memastikan proses penegakan hukum yang adil.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan The Watch Channel