Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai keputusan Bank Indonesia (BI) yang kembali mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate di angka 6,25% masih belum ideal.

General Manager Apindo Shinta V. Kamdani mengatakan kebijakan tersebut tidak ideal karena kurang mudah diakses dalam hal pembiayaan usaha dan kurang kompetitif di ASEAN.

“Kebijakan suku bunga acuan yang dipertahankan pada angka 6,25% masih belum ideal karena kurang aksesibel dari sisi biaya pembiayaan korporasi dan kurang kompetitif di ASEAN,” kata Shinta kepada Bisnis, Rabu (17/7/2024). ).

Namun di saat yang sama, Shinta mengatakan pihaknya mendukung kebijakan suku bunga yang dipertahankan pada level 6,25% karena rumitnya tekanan eksternal.

Shinta mengatakan pihaknya memahami bahwa suku bunga pada level tersebut merupakan BI rate terbaik dan terjangkau yang dapat ditetapkan saat ini tanpa memberikan beban lebih pada stabilitas makroekonomi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Selain itu, kata dia, dengan menjaga suku bunga tetap rendah, pelaku usaha dapat semakin menekan fluktuasi biaya operasional atau pertumbuhan biaya operasional. Dengan cara ini operasional perusahaan dapat dipertahankan atau ditingkatkan.

Di sisi lain, Apindo meyakini pemerintah dan BI bisa menekan ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga dengan cara lain. Hal ini mencakup peningkatan disiplin fiskal, peningkatan produktivitas ekspor dan investasi asing langsung, peningkatan efektivitas alat intervensi lain dalam menciptakan stabilitas nilai tukar, dan lain-lain.

“Jadi tidak perlu menaikkan suku bunga hanya untuk menekan volatilitas di pasar keuangan,” ujarnya.

Menurut dia, selama fundamental perekonomian negara tetap stabil, disiplin fiskal tetap hati-hati, tepat sasaran, dan dapat diandalkan, sehingga tidak ada kebijakan populis yang menimbulkan ketidakpercayaan di kalangan pelaku pasar keuangan menjelang transisi politik, maka suku bunga bisa terus berlanjut. dipertahankan.

Pasalnya, dari sisi domestik, Indonesia tidak perlu menaikkan suku bunga karena laju inflasi Indonesia masih berada dalam kisaran target dan masih mendukung pertumbuhan nasional sebesar 5%.

Namun, Shinta mengatakan pasar keuangan saat ini sedang mencari cara untuk meningkatkan imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia. 

Hal ini terjadi di tengah tanda-tanda melemahnya disiplin fiskal, ketidakpastian mengenai pergantian kepemimpinan atas kredibilitas dan kebijakan ekonomi pemerintah yang akan datang yang akan datang, serta lemahnya kinerja ekspor Indonesia dan pertumbuhan investasi asing langsung dibandingkan dengan potensi ekonomi global yang ada.

Jika permasalahan tersebut bisa diatasi, Shinta meyakini ekspektasi kenaikan suku bunga otomatis menurun.

Oleh karena itu, kami mengimbau pemerintah untuk terus fokus menyelesaikan permasalahan tersebut dan terus menjadikan kenaikan suku bunga sebagai ‘jalan terakhir’ agar pertumbuhan ekonomi negara tetap sesuai target, ”pungkasnya.

Sebagai informasi, pada Rapat Dewan Direksi (RDG) periode Juli 2024, BI kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25%. Posisi suku bunga ini tidak berubah sejak April 2024.

Gubernur BI Perry Vargiyo mengatakan keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan kondisi eksternal dan data domestik yang didukung oleh konsumsi dan investasi.   

“Pada rapat Dewan Bank Indonesia tanggal 16-17 Juli 2024 telah diambil keputusan untuk mempertahankan BI rate pada level 6,25%,” kata Perry Vargiyo dalam konferensi pers, Rabu (17/07/2024).

Ia juga mengatakan peningkatan stimulus dan kinerja ekspor juga turut meningkatkan kinerja perekonomian. Kondisi ini membuat kepercayaan BI terhadap pertumbuhan ekonomi tetap berada pada level 4,7%-5,5%.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel