Bisnis.com, JAKARTA – Sumsub, platform autentikasi online untuk mencegah penipuan, mengungkapkan kerugian penipuan online mencapai US$1,026 triliun per tahun dengan 2 miliar korban penipuan. Sayangnya, hanya 0,05% penipu yang meminum minuman keras.
Penipuan adalah aktivitas kejahatan dunia maya yang melibatkan penipuan terhadap korbannya untuk mendapatkan imbalan berupa uang. Jenis penipuannya bermacam-macam, salah satunya adalah apk undangan yang sempat viral beberapa waktu lalu.
VP Business Development Sumsub Penny Chai mengatakan, kenaikan angka tersebut disebabkan oleh melambatnya aktivitas online yang memberikan peluang bagi penipu untuk melakukan penipuan.
“Dengan meningkatnya prevalensi penipuan dan penggunaan AI, permintaan terhadap solusi verifikasi dan solusi kepatuhan kami telah mencapai puncaknya,” kata Penny pada Roadshow Anti-Fraud Sumsub APAC di Jakarta, Rabu (16/7/2024). .
Direktur Pengembangan Ekonomi Sumsub Tee Kok Ong mengatakan, penipuan dan penipuan di Indonesia sulit dideteksi, salah satunya disebabkan oleh pinjaman ilegal, penipuan investasi, dan penipuan ketenagakerjaan.
Ong mengatakan penipu juga menggunakan teknologi seperti fiksi ilmiah. Tercatat, deep events yang terjadi di Asia Pasifik (APAC) melonjak 1,530% dengan kerugian akibat penipuan yang diakui mencapai US$ 43 miliar.
Sementara itu, Chief Technology Officer dan Founder Secure Pasifik Teknologi Agung Widiasto mengatakan pedoman Know Your Customer (KYC) dan deteksi penipuan merupakan hal yang penting di Indonesia.
“Hal ini penting di Indonesia karena banyak faktor, seperti peraturan OJK, pencegahan pencucian uang, dan peningkatan keamanan dan kepercayaan terhadap lembaga keuangan,” ujarnya.
Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah menemukan kasus penipuan atau penipuan digital dan Kejahatan terhadap Orang (TPPO) dengan kerugian mencapai Rp 1,5 triliun.
Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji mengatakan, kasus ini bermula dari 189 laporan polisi dengan korban di Indonesia mencapai 823 orang. Jumlah tersebut dikumpulkan selama tahun 2022 hingga 2024.
Ratusan korban kedapatan menggunakan cara menawarkan pekerjaan paruh waktu melalui media digital seperti WhatsApp dan Telegram. Dalam kasus ini, empat negara disebut menjadi korban, yakni Indonesia; India; Thailand; dan Cina.
Total korban di Indonesia sebanyak 823 korban mulai tahun 2022 hingga 2024. Kasus ini kami hadirkan. Dengan total kerugian mencapai 59 miliar rupiah di Indonesia, kata Hiwawan dalam konferensi pers di Bareskrim, Selasa (16/7/2024). .
Berdasarkan hasil pemeriksaan, sindikat ini menjanjikan gaji kepada korban sebagai pekerja kantoran sebesar 3.500 dirham atau Rp15 juta per bulan.
“Kemudian mereka menjelaskan dalam konteks tugas operator mencari korban WNI dengan menggunakan teknik rekayasa sosial. Teknik rekayasa sosial artinya memutus tautan website kemudian mempelajari petunjuk untuk memberikan investasi atau pekerjaan sampingan dengan penyesuaian. hasilnya,” kata Himawan.
Singkatnya, korban bekerja mulai merasa tidak berdaya karena pekerjaannya tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Bahkan, mereka mengaku telah melarikan diri.
Berdasarkan informasi tersebut, Bareskrim kemudian melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap seorang WN China asal ZS yang diduga sebagai pimpinan kelompok internasional tersebut.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel