Bisnis.com, JAKARTA – Berdasarkan konsensus para analis, potensi return saham BBCA hari ini mencapai dua digit.

Berdasarkan data Bloomberg, harga saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) parkir di zona merah, koreksi 0,74% ke Rp 10.000 pada akhir sesi pertama Senin (15/07/2024). Posisi tersebut mewakili pertumbuhan sebesar 6,10% dari tahun 2024 (ytd).

Investor asing terpantau membeli 2.024 saham BBCA selama periode berjalan. Total pembelian bersih tercatat mencapai Rp 3,36 triliun.

Data konsensus analis menunjukkan mayoritas atau 33 dari 35 orang memberikan rekomendasi Beli pada saham BBCA. Dua analis lainnya menetapkan peringkat hold. 

Sementara target harga saham BBCA yang disepakati para analis dalam 12 bulan ke depan adalah Rp 11.023, posisi tersebut mewakili potensi return sebesar 10,2% pada Rp 10.000.

Sekadar info, BCA mampu mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar dua digit secara year-on-year pada kuartal I-2024.

Secara spesifik, BCA mencatatkan laba bersih sebesar Rp 12,9 triliun pada kuartal I 2024. Laporan tersebut mencerminkan peningkatan tahun ke tahun (YoY) sebesar 11,7%.

Manajemen BCA menjelaskan peningkatan laba bersih kuartal I 2024 ditopang oleh peningkatan volume kredit dan perbaikan kualitas kredit. Pendapatan bunga bersih (NII) BCA mencapai Rp 19,8 triliun sepanjang Januari 2024 hingga Maret 2024.

Secara total, pendapatan operasional pada kuartal I-2024 mencapai Rp 26,2 triliun, meningkat 7% year-on-year, dengan rasio biaya terhadap pendapatan sebesar 32,4%.

Secara spesifik, credit spread BCA terdiri dari segmen korporasi yang tumbuh 22,1% year-on-year menjadi total Rp389,2 triliun per Maret 2024, sedangkan kredit komersial tumbuh 9,3% year-on-year menjadi Rp125,2 triliun.

Kinerja kredit UKM BCA juga melanjutkan tren peningkatannya, berada di atas rata-rata industri dibandingkan tahun lalu. Per Maret 2024, kredit UKM BCA tumbuh 13,5% YoY menjadi Rp 110,4 triliun.

Jahja Setiaatmadja, Presiden Bank of Central Asia, sebelumnya memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga mulai akhir tahun 2024, yakni Desember, bahkan awal tahun 2025.

Ia mengatakan perkiraan penurunan suku bunga The Fed salah karena data AS menunjukkan perekonomian AS masih berjalan cukup baik dan tingkat pengangguran di negaranya sudah turun. 

“Sebenarnya bukan hanya inflasi yang mencapai target 2% di AS. “Jadi mereka menunggu tahun ini untuk melihat apakah [penurunan suku bunga] akan lebih ekstrim lagi pada bulan Desember atau tahun depan,” katanya.

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong Anda membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel