Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk. (BRIS) atau BSI Hery Gunardi merupakan salah satu tokoh kunci mega konglomerat perbankan syariah di Indonesia. Masing-masing menghadapi tantangan yang berbeda selama ini hingga hubungan tersebut terwujud dan membuahkan hasil yang manis.
Pada tahun 2020, terdapat kemungkinan merger atau akuisisi PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri (BSM), dan PT Bank BNI Syariah. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mempunyai inisiatif besar untuk membangun sektor perbankan syariah yang harus dilaksanakan dalam kondisi sulit yaitu pandemi Covid.
Sedangkan Heri yang saat itu menjabat Wakil Pimpinan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) ditunjuk sebagai Kepala Project Management Office (PMO) dan Integration Management Office (IMO) merger bank syariah yang didirikan Himpunan Perbankan Negara (Himbara) oleh pemerintah.
Wakil Menteri BUMN Karthika Wirjoatmodjo mempertanyakan alasan dirinya mendapat pekerjaan tersebut. Jawabannya, Heri adalah bankir senior dan berpengalaman di bidang merger dan akuisisi.
Bahkan, ia pernah terlibat dalam mega merger Bank Mandiri pasca krisis keuangan 1998 dan pendirian PT AXA Mandiri. Misi baru BSI Union telah terpenuhi. Namun, tugasnya terasa berat saat pandemi Covid-19 menyebar. Saat itu, dia ingat pernah ditanya di sebuah acara di McKinsey dan meragukan merger tersebut.
“Kenapa harus bersatu di masa pandemi? Saya jawab, tugas saya membangun ekonomi syariah terbelakang di Indonesia. Saya mengorbankan diri agar artefak ini tetap ada. Pilihan saya hanya dua, yang pertama sukses, yang kedua sukses. ,” dia berkata.
Merencanakan merger di masa pandemi tidaklah mudah. Suatu tindakan terbatas yang memerlukan koordinasi proses merger yang sah dari jarak jauh. Perekonomian ambruk selama pandemi.
“Tidak hanya itu, semua hal [merger] ini harusnya selesai jauh lebih awal,” ujarnya. Pemerintah berencana menyelesaikan merger pada awal tahun 2021.
Setelah merger yang sah selesai, masalah lain pun muncul. “Operasi fusi pun tidak kalah bahayanya. Dalam operasi fusi, seringkali ada yang selamat dan ada yang tidak selamat,” ujarnya.
Penggabungan tersebut melibatkan integrasi bisnis tiga bank syariah yang didirikan Himbara.
Menurut dia, persoalan merger terserah masing-masing entitas yang bergabung. “70% hingga 90% integrasi gagal karena integrasi tersebut membawa ego, pola, dan konsep yang ketinggalan jaman.”
Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah kehati-hatian dalam melaksanakan merger, termasuk merger atau penggabungan BSI pada tahun 2020. “Tantangan terbesarnya adalah budaya, dan budaya bisa gagal jika kita tidak memperbaikinya,” ujarnya.
Sementara itu, menurutnya, upaya merger Bank Umum Syariah saat itu tidak hanya bernilai, tetapi juga membawa kebaikan dan melahirkan organisasi baru.
“Dari ketiga bank tersebut, BSM memiliki bisnis grosir, BNI Syariah memiliki dana yang bagus, BRI Syariah memiliki keuangan keuangan yang bagus,” ujarnya.
Integrasi tersebut berhasil dan baru pada Februari 2021 mega merger bank syariah resmi dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo di Gedung Negara.
Kapasitas BSI saat ini
Tiga tahun setelah berdirinya, BSI mengalami pertumbuhan bisnis yang pesat. Pada kuartal I tahun 2024, pendapatan tahunan BSI meningkat 17,07% (year-on-year) menjadi Rp 1,71 triliun.
Pada fungsi intermediasi, pendanaan BSI meningkat 15,92% menjadi Rp246,54 triliun dari sebelumnya Rp212,67 triliun. Alhasil, akumulasi aset meningkat 14,25% menjadi Rp357,9 triliun dari sebelumnya Rp313,25 triliun.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel