Bisnis.com, Jakarta – Pemeriksa asuransi penerbangan mengklarifikasi bahwa peraturan hukum yang berlaku harus dipatuhi untuk klaim lebih lanjut setelah Boeing meminta maaf atas dua kecelakaan pesawat Boeing MAX yang melibatkan Lion Air JT610 dan Ethiopian Airlines. 

CEO Boeing David Calhoun sebelumnya telah meminta maaf kepada keluarga korban atas dua kecelakaan pesawat Boeing Max pada tahun 2018 dan 2019. Kedua kecelakaan tersebut menewaskan 346 orang di dalam pesawat Lion Air Penerbangan JT610 dan Ethiopian Airlines Penerbangan 302.

David meminta maaf pada sidang dengan Subkomite Tetap Investigasi Kongres AS sesaat sebelum memulai pernyataannya. 

“Saya ingin meminta maaf atas nama seluruh rekan saya di Boeing. Bagi kami yang tersebar di seluruh dunia, dulu dan sekarang, kerugian yang kami alami sungguh memilukan atas apa yang terjadi karena kami,” ujarnya.

Dia menambahkan bahwa Boeing tetap berkomitmen penuh terhadap pekerjaan di masa depan dan fokus pada keselamatan. 

Peneliti dan pengamat asuransi penerbangan Armaan Jaffrey menilai pengakuan bersalah dan permintaan maaf Boeing merupakan kondisi baru bagi asuransi penerbangan. Ia menjelaskan, selama berkarir menangani klaim asuransi penerbangan selama 25 tahun terakhir, perusahaan asuransi kerap aktif menghubungi ahli waris ketika ada korban meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat. Perusahaan asuransi juga berusaha bergerak cepat tanpa menunggu, katanya. 

“Sebenarnya kita harus proaktif, dan sejauh mana perubahannya akan kita klarifikasi sesuai ketentuan. Sejauh ini tidak ada masalah, karena terbang di Mandla, Daraya, Batavia, tidak ada masalah karena kami. proaktif.” 

Dalam proses klaim, Arman menjelaskan pihak asuransi akan mengeluarkan surat pernyataan yang harus ditandatangani kedua belah pihak. Proses ini melibatkan perusahaan asuransi melepaskan semua klaim di masa depan setelah klaim dibayar.

“Ini kasus baru dan saya bukan ahli hukum,” katanya. “[Apa yang terjadi setelah pengakuan bersalah] jelas bergantung pada aturan hukum saat ini.  

Dalam menangani klaim, Arman menjelaskan, perusahaan asuransi tidak akan membayar klaim jika tertanggung tidak menandatangani pelepasan. 

“Ini bisa menjadi masalah [bagi perusahaan asuransi] [di masa depan] jika tidak ada yang setuju,” kata Arman.  Sikap keluarga korban terhadap pengakuan bersalah Boeing 

Sementara itu, para korban jatuhnya Lion Air Penerbangan 610 di Laut Jawa pada tahun 2018 mengungkapkan perasaan campur aduk, demikian yang dilaporkan South China Morning Post. Keluarga korban Hassan ragu apakah ada eksekutif Boeing yang akan dihukum karena kemungkinan penipuan.

“Sampai saat ini, mereka selalu melalaikan tanggung jawab mereka,” jelas Pais Ramadan. “Saya berharap para pekerja di Boeing akan dipenjara atas perbuatan mereka, namun kenyataannya saya yakin tidak ada seorang pun yang akan dipenjara.” Dikutip oleh South China Morning Post. Selasa (07/9/2024).  

Jurnalis Indonesia Anton Sahadi, yang kehilangan sepupunya Rayan Ariandi dan Ravi Andrian, 24, mengatakan persidangan pidana apa pun akan berjalan baik dan adil. 

Namun, tidak semua keluarga korban menyambut baik kabar adanya persidangan lebih lanjut. 

Nawis Marfouha, ibu mendiang Vivian Hasna Afifa (23 tahun), mengungkapkan kesedihannya, dan merasa tidak ada kedamaian bagi para korban meninggal.  Dia mengatakan keadilan seharusnya ditegakkan sejak awal ketika tanda-tanda kelalaian pertama kali terungkap, dan Boeing seharusnya tidak mengabaikan masalah keselamatan.

Sedangkan pada 29 Oktober 2018, Lion Air Penerbangan 610 jatuh ke laut saat dalam perjalanan dari Jakarta menuju Pangkal Pinang. Kecelakaan tersebut diduga disebabkan oleh kesalahan pilot. Namun, lima bulan kemudian, Ethiopian Airlines Penerbangan 302, menggunakan jenis pesawat Boeing yang sama, jatuh enam menit setelah lepas landas dari Bandara Addis Ababa dalam perjalanan menuju Kenya. Seluruh 157 orang tewas dalam kecelakaan ini.

Investigasi lanjutan menemukan bahwa dalam kedua kecelakaan tersebut, sistem pelestarian karakteristik penerbangan manuver (MCAS) Boeing ditemukan tidak berfungsi. Sensor salah menunjukkan bahwa hidung pesawat terlalu tinggi, sehingga mengaktifkan sistem MCAS dan memaksa pesawat turun untuk menghindari stall (suatu kondisi di mana pesawat kehilangan daya angkat).

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel