Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai subsidi LPG 3 kg kurang tepat, sehingga perlu dilakukan percepatan program jaringan gas (jargas) di masyarakat.

Fanshurullah Asa, Ketua KPPU, mengatakan program jargas bisa menjadi solusi pengurangan subsidi gas elpiji 3 kilogram.

Menurut dia, total penggunaan APBN untuk LPG 3 kilogram pada 2019-2024 mencapai sekitar Rp 460,8 triliun. 75 persen dari total subsidi atau sekitar Rp 370 triliun dihabiskan untuk impor gas.

Konsumsi LPG 3 kg terus tumbuh dari 6,8 juta ton pada tahun 2019 menjadi 8,07 juta ton pada tahun 2023 atau sebesar 3,3 persen. Begitu pula dengan nilai subsidi gas LPG 3 kg yang meningkat rata-rata 16% selama lima tahun terakhir, dari Rp54,1 miliar pada tahun 2019 menjadi Rp117,8 miliar pada tahun 2023.

“Selama 5 tahun terakhir, 2019-2024, total penggunaan APBN untuk LPG 3 kg sebesar Rp 460 triliun hanya melalui subsidi. Kami yakin hampir semua keputusan HEO dilaksanakan oleh gubernur dan wali kota dari berbagai provinsi.” Artinya tidak dijadikan sasaran,” kata Fanshurullah di kantor KPPU, Rabu (3/7/2024).

Meski begitu, diakuinya pelaksanaan program Jargas masih jauh dari tujuan. Pemerintah menargetkan 4 juta sambungan gas dalam lima tahun terakhir, namun yang terealisasi hanya 820.000 sambungan.

Padahal, kata dia, jika subsidi elpiji 3 kg dari total 50 persen selama lima tahun, maka bisa dibangun 23 juta sambungan gas. Fanshurullah juga menegaskan, perlu adanya kebijakan yang konsisten bagi masyarakat dalam menggunakan tabung gas.

“Karena dengan gas bumi kita tidak perlu mengimpor gas, kita banyak menggunakan gas alam.

Oleh karena itu, menurutnya, untuk mempercepat pengenalan tabung gas, diperlukan dokumen peraturan yang mendukung keterlibatan badan usaha dalam pemasangan tabung gas. Dengan demikian pasar menjadi lebih kompetitif. Sebab, pemasangan saluran gas hingga saat ini hanya dilakukan oleh Pertamina Gas Negara (PGN).

Buka aturan untuk badan usaha lain, jangan hanya memonopoli BUMN tertentu, tapi terbuka untuk BUMD dan swasta, ujarnya.

Selain itu, Fanshurullah juga mengusulkan penetapan harga gas untuk pipa gas lebih rendah dari USD 4,7 per MMBTU. Penurunan harga gas di hulu diklaim dapat menciptakan harga yang menguntungkan di kalangan pengusaha. Sementara menurutnya, harga gas di masyarakat harus berdasarkan rekomendasi BPH Migas.

“Industri diberi US$4,7 tetapi utilitas gas mendapat US$7, jalur gas hulu harusnya mendapat harga lebih rendah dari US$4,7 per MMBTU,” ujarnya.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nike Vidyawati pada Minggu (23/6/2024) meminta adanya insentif harga gas khusus untuk membantu perekonomian proyek jaringan gas dalam negeri (jargas) di tengah ketiadaan APBN. pendanaan program infrastruktur.

Nick mengatakan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS), atau PGN, terus menggunakan perkiraan harga gas pasar untuk membangun ratusan sambungan domestik baru tahun ini. Padahal, tahun lalu pemerintah berjanji akan menetapkan harga khusus gas hulu sebesar 4,72 per MMBtu untuk program pipa gas.

“Perlu dukungan pemerintah untuk membangun jaringan gas ini agar layak secara ekonomi, namun saat ini harganya sama dengan harga gas normal, bukan karena bukan harga gas khusus,” kata Nikke Media. Rapat Pemimpin Redaksi di Bali, Sabtu (22/6/2024).

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel