Bisnis.com, JAKARTA – Emiten BUMN Farmasi PT Indofarma Tbk (INAF) akan menutup 18 kantor cabang yang dikelola anak usahanya PT Indofarma Global Medika hingga akhir tahun 2024.

Berdasarkan laporan tahunan Indofarma, Kamis (7/4/2024), penutupan kantor cabang ini dilakukan untuk mengoptimalkan biaya operasional perseroan.

Pada akhir tahun 2023, kantor pusat Indofarma dan satu pabrik, satu kantor komersial, dan 29 kantor cabang akan dikelola oleh Indofarma Global Medika (IGM).

Perseroan berencana menutup 18 kantor cabang di 7 lokasi di seluruh Indonesia. Artinya Indofarma hanya memiliki 11 dari 29 kantor cabangnya.

“Pada akhir tahun 2024, terdapat rencana penutupan kantor cabang setidaknya di tujuh lokasi di seluruh Indonesia,” tulis laporan tahunan Indofarma.

Manajemen Indofarma akan memastikan penutupan kantor cabang, namun tindakan tersebut tidak berbanding lurus dengan cakupan wilayah distribusi. Perseroan akan terus berupaya meningkatkan distribusi dari kantor cabangnya.

“Dari 29 cabang menjadi 11 cabang tidak berarti pengurangan total cakupan pengiriman. Hal ini karena diimbangi dengan kebijakan perluasan tanggung jawab pengiriman dari sisa 11 kantor cabang,” kata eksekutif.

Sedangkan dari sisi sumber daya manusia, INAF akan mengalami pertumbuhan negatif pada pegawai tetap dan tidak akan mempekerjakan pegawai eksternal. Kecuali untuk tugas pendukung seperti staf keamanan dan kebersihan.

Manajemen juga mempertahankan sertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) untuk produk farmasi guna mendukung operasional bisnis. Pada akhir tahun 2024, mayoritas akan dimiliki oleh sektor farmasi.

Sertifikat Sistem Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) dipilih berdasarkan studi pasar terhadap ketersediaan masing-masing kantor cabang.

Indopharma akan kalah pada tahun 2023.

Sepanjang tahun 2023, Indofarma membukukan kerugian sebesar Rp 721 miliar. Jumlah tersebut meningkat dari tahun lalu yang mencapai Rp 457,62 miliar.

Kerugian tahun berjalan ini disebabkan oleh kinerja penjualan bersih yang turun 46,59% year-on-year dari Rp 980,37 miliar menjadi Rp 523,59 miliar pada tahun 2023.

Volume produk obat yang beroperasi Indofarma sebanyak 457,99 juta unit, naik 0,5% year-on-year (YoY) dari 455,70 juta unit pada tahun 2022. Sementara itu, volume produksi alat kesehatan turun menjadi hanya 57 unit dari tahun lalu sebanyak 90.350 unit.

Dalam laporannya, Direktur Utama Indofarma Yeliandriani mengatakan keterbatasan modal perseroan menyebabkan penurunan total penjualan bersih.

Menurut dia, keterbatasan modal menjadi salah satu tantangan utama yang menghambat kinerja perseroan selama setahun terakhir. Akibatnya operasional bagian produksi tidak dapat berfungsi secara maksimal.

“Ini terjadi karena akumulasi masalah keuangan. Dampaknya akan mulai terasa pada tahun 2023. Salah satunya masalah utang macet yang berdampak nyata pada arus kas negatif,” ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, karena permasalahan utang, Indopharma kesulitan memenuhi kewajibannya. Sulitnya menghubungkan aktivitas operasional untuk mencapai target penjualan.

Keluarnya kuitansi tak tertagih datang dari Indofarma Global Medika atau IGM setelah Otoritas Pemeriksa Keuangan (BPK) mengidentifikasi IGM melakukan aktivitas penipuan.

Hingga tahun 2023, Indofarma memiliki total aset sebesar Rp759,82 miliar atau turun 48,71% dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan total ekuitas pemegang saham sebesar Rp804,15 miliar dan total liabilitas sebesar Rp1,56 triliun, tumbuh 5,12% year-on-year.

 

 

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mempromosikan pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.