Bisnis.com, JAKARTA – Pasca pemerintah mengusulkan kepada Badan Jasa Keuangan (OJK) untuk memperpanjang kebijakan stimulus struktur kredit Covid-19 hingga 2025, para bankir buka suara. 

Sekadar informasi, kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 diterapkan pemerintah sejak Maret 2020. Kebijakan tersebut kemudian berakhir pada 31 Maret 2024.

Anika Faisal, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas), mengatakan industri perbankan secara umum mengikuti berbagai kebijakan OJK.

Sementara itu, menurut dia, sejak OJK menghentikan kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024, restrukturisasi kredit tetap dilakukan seperti sebelumnya.

“Sekarang akan seperti biasanya,” ujarnya usai seminar edukasi keuangan Bandaku, Selasa. Kalau penyebabnya adalah perlambatan ekonomi, lain ceritanya. “Setiap bank harus punya satu, dan bank biasa harus punya kebijakan restrukturisasi.” 25/6/2025).

Sementara itu, menurutnya, pada akhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 yang dilakukan OJK bertujuan untuk tidak menimbulkan moral hazard.

“Kalau orang itu usahanya sudah membaik, tetap harus bayar,” ujarnya. “Jika dunia usaha benar-benar kesulitan, mereka tidak perlu membangun kembali kredit Covid-19 mereka.”

Berbeda dengan Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) Lani Dharmavan mengatakan, dalam usulan perpanjangan struktur kredit Covid-19, penting untuk melihat seberapa besar penekanannya pada sisa dana restrukturisasi di perbankan.

“OJK-lah yang tahu,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (25 Juni 2024).

Kalau yang menjadi perhatian adalah portofolio Kredit Usaha Rakyat (KUR), menurut CIMB Niaga, portofolio ini sudah lengkap.

“Kami akan mengikuti peraturan yang ada,” ujarnya. Bahaya moral

Manajer Kepatuhan PT Bank Indonesia Tbk. (DNAR) Efdinal Alamsyah mengatakan OJK sebaiknya melakukan kajian komprehensif mengenai dampak penghentian stimulus restrukturisasi Covid-19 terhadap industri perbankan. OJK juga meminta perbankan bersiap sebelum menghentikan stimulus.

Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat mempertimbangkan perpanjangan struktur kredit Covid-19.

“Jika Anda ingin memperpanjang stimulus restrukturisasi Covid-19 hingga tahun 2025, memperpanjang struktur tersebut terlalu lama dapat menimbulkan bahaya moral,” katanya.

Menurut dia, debitur tidak punya insentif untuk memperbaiki kondisi keuangannya karena berharap bisa melanjutkan dana talangan. Selain itu, Covid-19 dapat menunda perluasan stimulus struktur kredit. 

“Dalam jangka panjang, restrukturisasi kredit hanya akan menunda permasalahan utang yang pada akhirnya tidak dapat memulihkan usahanya, dan kredit macet akan semakin bertambah setelah masa restrukturisasi,” tuturnya.

Memperluas struktur kredit Covid-19 juga dapat menjadi beban bagi perbankan. Jika bank terus memberikan pinjaman yang direstrukturisasi, hal ini pada akhirnya akan melemahkan kemampuan bank untuk memberikan profitabilitas dan kredit baru.

“Perpanjangan stimulus struktur kredit Covid-19 harus mempertimbangkan kondisi perekonomian saat ini, tingkat pemulihan sektor-sektor yang terkena dampak, dan kemampuan sistem perbankan dalam menerima lebih banyak risiko,” ujarnya.

Pengamat ekonomi Aviliani juga menilai perpanjangan struktur kredit Covid-19 tidak boleh menimbulkan moral hazard.

“Restrukturisasi bukan untuk massal, tapi fakta bahwa [restrukturisasi] sangat membutuhkannya masih menjadi masalah,” ujarnya.

Tanggapan OJK 

Mahindra Siregar, Ketua Dewan OJK, mengatakan dalam pengambilan keputusan penghentian struktur kredit Covid-19, OJK sudah memperhitungkan dampaknya.

OJK juga mempertimbangkan kecukupan modal, jaminan kerugian (CKPN), likuiditas, dan kapasitas pertumbuhan kredit lembaga jasa keuangan.

Meski begitu, OJK memahami usulan pemerintah untuk memperpanjang struktur kredit Covid-19.

“Ada fokus pertumbuhan kredit di beberapa segmen,” ujarnya usai seminar edukasi keuangan Bondaku, Selasa (25 Juni 2024).

OJK juga akan mempelajari usulan pemerintah untuk memperpanjang struktur kredit Covid-19.

“Jadi kami melakukan review, baik terkait dengan apa yang sudah selesai di bulan Maret, restrukturisasi kredit yang bersifat pandemi, maupun permasalahannya [perpanjangan struktur kredit Covid-19]. Kemungkinan kreditnya terbatas. Di beberapa bagian,” dia dikatakan.

Sebelumnya, pemerintah meminta kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan yang terdampak Covid-19 diperpanjang hingga tahun 2025.

Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit ini merupakan arahan Presiden Joko Widodo dan akan diusulkan ke OJK melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Dikatakannya, “Tadi ada instruksi Presiden agar kredit rekonstruksi akibat Covid-19 yang seharusnya jatuh tempo pada Maret 2024 disampaikan ke OJK dan kemudian ditunda ke tahun 2025 melalui KSSK dan Gubernur BI. Istana Kepresidenan, Senin (24/6/2024).

Airlangga menjelaskan, tujuan pemberian stimulus adalah untuk mengurangi risiko perbankan meningkatkan pinjamannya. 

Bisnis menyebutkan, sisa fasilitas kredit dalam restrukturisasi hingga 31 Maret 2024 sebesar Rp228,03 triliun, turun dibandingkan posisi akhir tahun 2023 sebesar Rp265,8 triliun.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel