Bisnis.com, JAKARTA – Di tengah hebohnya Program Tabungan Perumahan Negara (Tapera), pemerintah tengah mengupayakan solusi pembiayaan perumahan baru melalui skema dana perumahan. Rencana ini diyakini dapat mengatasi permasalahan ketimpangan kepemilikan rumah atau backlog perumahan.

Direktur Pembiayaan Perumahan Direktorat Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (MBHT) Hario Bekti Martaoeda menjelaskan, dana amal merupakan dana yang didirikan oleh badan hukum dan bersifat permanen tanpa mengurangi jumlah pokoknya. menjamin keberlangsungan program. Mekanisme dana amal sebelumnya dibentuk oleh Lembaga Dana Internasional untuk Kerja Sama Pembangunan (LDKPI) yang mengelola dana pembangunan internasional (charity fund), dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang mengelola dana amal untuk pendidikan, penelitian, pendidikan tinggi dan kebudayaan. dana amal.

Ke depan, sumber pendanaan endowment fund bisa dari APBN, seperti Dana Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

“Dana tersebut akan diinvestasikan terlebih dahulu untuk meningkatkan pendapatan dan mempengaruhi pembiayaan perumahan, dan sebagian dana akan disalurkan dalam bentuk subsidi atau bantuan perumahan,” kata Hario, Senin (24/6/2024).

Hario mengatakan, dana perumahan menjamin adanya subsidi Kredit Perumahan Berkelanjutan (KPR) setiap tahunnya. Dengan rencana pendanaan yang bersumber dari endowment fund, maka penyediaan dana sepanjang periode pendanaan (multi-year) menjamin kesinambungannya.

Sementara mekanisme dana perumahan saat ini sedang dibahas dengan ekosistem pembiayaan perumahan, termasuk Kementerian Keuangan.

“Mungkin belum bisa sekarang, paling cepat 2025,” kata Hario. Anda tidak bisa hanya mengandalkan FLPP

Menurut Direktur Konsumer PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) Hirwandi Ghafar, penyelesaian backlog tidak bisa hanya mengandalkan FLPP yang juga dibebankannya pada APBN.

Sejak tahun 2010 hingga saat ini, kapasitas FLPP untuk membiayai perumahan hanya berkisar 200.000-250.000 unit per tahun, bahkan pada tahun 2024 kuota FLPP hanya sebesar 166.000 unit.

“Artinya ada ketidakpastian. Jadi idenya jika kita menggabungkan dana FLPP yang disalurkan langsung ke masyarakat dalam bentuk SSB dengan dana FLPP yang diinvestasikan terlebih dahulu dan hasil investasinya digunakan untuk membayar selisih bunga,” ujarnya.

Hirvandi juga menjelaskan, sumber donasi juga bisa berasal dari luar APBN, seperti dana perumahan di BPJS Ketenagakerjaan atau Jaminan Lama (JHT), iuran wajib perumahan TNI/Polri, iuran pemerintah daerah melalui APBD dan dana CSR (corporate social tanggung jawab). untuk menjadi untuk meningkatkan dana investasi.

Jika melihat kepedulian pemerintah baru terhadap program perumahan, termasuk pembangunan 3 juta rumah tinggal, maka dana perumahan tersebut bisa diharapkan bisa terealisasi, pungkas V.

Sementara itu, kuota FLPP tahun 2024 dikabarkan hampir habis. Pengembang perumahan bersubsidi juga mendesak pemerintah untuk segera menambah kuota FLPP.

Sedangkan FLPP merupakan dukungan Dana Likuiditas Pembiayaan Perumahan Rakyat (MBR) Pendapatan Rendah yang dikelola Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).

Dalam rencana kerja tahun anggaran 2024, pemerintah mengalokasikan dana sebesar 13,73 triliun rupiah untuk mendanai bantuan perumahan bagi FLPP yang hanya akan diberikan sebanyak 166.000 unit.

Alokasi tersebut merupakan pengurangan drastis dari anggaran FLPP tahun 2023 sebesar Rp26,3 triliun untuk menyediakan 229.000 unit rumah bersubsidi.

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Joko Suranta mengatakan posisi penyerapan kuota FLPP pada tahun 2024 telah mencapai lebih dari 79.000 atau 48% dari kuota yang ada sebanyak 166.000.

Mengutip tren serapan, REI menyebutkan rata-rata serapan FLPP per bulan mencapai 22.000 unit. Artinya, jika pemerintah tidak segera menambah kuota FLPP, maka jabatan tersebut diperkirakan akan habis masa berlakunya pada September 2024.

Joko memaparkan sejumlah dampak jika pemerintah tidak segera menambah kuota FLPP yang habis masa berlakunya. Ia mengatakan, kebijakan tersebut harus dilakukan agar tidak menimbulkan ketidakpastian arah bisnis di sektor real estate yang dikhawatirkan akan menimbulkan PHK massal akibat penghentian perumahan bersubsidi.

“Bagi dunia usaha, [dampaknya jika FLPP tidak meningkat] dapat menurunkan pendapatan. Jadi jika para pelaku usaha ini terpaksa menghentikan [pembangunan perumahan], mereka tidak akan yakin dan tidak bisa mendapatkan pembiayaan FLPP,” kata Gioca. Rabu (19/6/2024) kepada Bisnis.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA