Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Produsen Benang dan Filamen Indonesia (APSyFI) membantah pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang menyebut PHK massal pekerja tekstil akibat aktivitas dumping di luar negeri.

Presiden Jenderal APSyFI Redma Geetha Wiravasta mengatakan, pernyataan Menteri Keuangan Shri Mulyani merupakan upaya menutupi persoalan tersebut untuk menutupi kegagalannya memantau operasional Departemen Umum Bea dan Cukai. 

“Kita bisa melihat secara kasat mata betapa banyak pelaku industri jasa kepabeanan dan cukai yang terlibat dan terang-terangan menerapkan metode impor grosir/blok dengan kewenangannya menentukan jalur impor merah atau hijau di pelabuhan”. dirilis pada Kamis (20 Juni 2024).

Bahkan, pihaknya menyalahkan buruknya kinerja Departemen Umum Bea dan Cukai di bawah Kementerian Keuangan sebagai penyebab utama terjadinya PHK massal dan penutupan perusahaan selama dua tahun terakhir. 

Dalam hal ini, Redma mengungkap dugaan impor ilegal yang tercermin dari kesenjangan peta perdagangan yang menunjukkan bahwa kesenjangan impor yang tidak dilaporkan dari Tiongkok terus melebar dari 2,7 miliar USD pada tahun 2021 menjadi 2,9 miliar USD pada tahun 2022 dan diperkirakan mencapai AS. tingkat. 4 miliar USD pada tahun 2023.

Di sisi lain, Redma menyayangkan sikap pemerintah melalui bea dan cukai ditambah dengan perhubungan mafia impor yang menimbulkan backlog peti kemas di pelabuhan sehingga memaksa pemerintah melakukan relaksasi impor atas perintah Menteri Perdagangan Agustus 2024.

“Kesan Bu Shree membela Bea dan Cukai, dan menyalahkan kementerian lain yang mengeluarkan peraturan pengendalian impor, padahal itu perintah presiden,” ujarnya, 6 Oktober 2023.

Menurut dia, mafia impor yang melibatkan oknum di industri Bea dan Pajak telah merambah ke berbagai tingkatan, mulai dari pejabat pusat yang bertugas melaksanakan kebijakan, hingga pejabat daerah dan pejabat dinas di lapangan sebagai penegak kebijakan. 

“Makanya segala upaya usulan perbaikan sistem ditolak mentah-mentah. Sistem pengawasan kepabeanan kita kalah jauh dengan Thailand, Malaysia, dan Singapura, negara yang menerapkan sistem IT, pemindai AI,” imbuhnya. 

Selain itu, di satu sisi Redma mengakui dan menyetujui pernyataan Shri Mulyani terkait praktik dumping yang dilakukan China karena kelebihan pasokan yang sangat besar. 

Namun di sisi lain, ia merasa aneh meski terjadi tindakan dumping, perpanjangan kebijakan safeguard tekstil yang direkomendasikan Menteri Perdagangan tertahan di meja Shri Mulyani selama lebih dari setahun.

“Tetapi kita tunggu saja apa yang akan dilakukan Ibu Shree ketika dihadapkan pada badai PHK di industri karena API dan APSyFI telah mengirimkan 3 surat kepada Menteri Keuangan dan Dirjen Departemen Umum Bea dan Pajak di tahun yang sama. 2 tahun terakhir. , sama sekali tidak ada tanggapan,” tutupnya. 

Menteri Keuangan Shri Mulyani mengatakan, ada dua penyebab terjadinya PHK massal di industri TPT, yaitu persaingan industri TPT global yang semakin ketat akibat kelebihan pasokan sehingga menyebabkan turunnya harga penjualan. 

Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan DPD Indonesia beberapa waktu lalu mengatakan: “Karena dunia kelebihan kapasitas, maka banyak terjadi dumping. Jadi kita harus berhati-hati untuk melindungi perekonomian domestik kita.” 

Alasan kedua adalah kondisi geopolitik yang terfragmentasi sehingga menimbulkan pembatasan perdagangan atau pembatasan barang dari negara mitra dagang. Berkat itu, impor barang akan meningkat pada 2019-2023.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan Saluran WA