Business.com, Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Stakf (Gus Yahya) mengatakan aktivitas pertambangan haram. 

Ia mengatakan penambangan dianggap haram jika asal, cara pengolahan, dan penggunaannya salah.

“Kalau asal usulnya halal, maka pemerintah ingin mencari cara, terobosan, untuk memecahkan kebekuan distribusi sumber daya yang tidak terbatas,” kata Gus Yahya dalam bukunya “Halakoh Ulama: Jawaban Salam Tulus Seputar Iztimah Ulama.” Selasa (11/06/2024) Tayangan Youtube Ulama Nahdlatul tayang

Gus Yahya juga menjelaskan, selain asal usulnya yang murni, mineral juga harus dimanfaatkan dengan baik.

Gus Yahya menganalogikan, jika ayam tidak disembelih sesuai syariat, maka ayam tersebut haram dan sebaliknya.

“Jadi asal usulnya, pengobatannya, dan penggunaannya menjadikannya haram Namun, kata dia, penggunaan batu bara tidak serta merta haram.

Menurut dia, pemberian prioritas pemberian wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WUP) kepada organisasi keagamaan merupakan bentuk upaya pemerintah mengatasi kesenjangan distribusi sumber daya alam. 

Dia mengatakan, perusahaan pertambangan masih menguasai jutaan hektar lahan pertambangan. Untuk itu, pemerintah berupaya memberikan lahan yang belum diklaim kepada banyak organisasi selama masa kontrak pertambangan, agar terjadi pembagian yang adil.

“Jika target tidak terpenuhi, maka lahan yang berizin akan ditebang,” ujarnya. Namanya keringanan, akhirnya dibatalkan, kata Gus Yahya.

Gus Yahya kemudian menjelaskan, ormas keagamaan juga mempunyai preferensi terhadap persembahan WIUPK karena ormas keagamaan mengelola hasil pertambangan untuk kepentingan agama dan umat.

“Kalau orang Jepang bilang pakai ormas, itu artinya mereka mengambil sasaran, tapi ya, yang mereka maksud adalah sasaran, karena kalau mereka pakai ormas untuk ormas keagamaan dan menjangkau masyarakatnya, kalau menyerang, mereka menyerang. organisasi, bukan pemerintah,” kata Gus Yahia.

Sebelumnya, PBNU mengeluarkan fatwa haram tentang eksploitasi sumber daya alam Indonesia yang menyebabkan kerusakan lingkungan pada tahun 2015.

Mengutip NU Online, hukum haram didasarkan pada penggunaan sumber daya alam secara berlebihan, yang lebih banyak menimbulkan kerugian daripada manfaat.

Isu yang diangkat PBNU bermula dari kekhawatiran masyarakat Kia terhadap kerusakan dan pencemaran alam di Kepulauan Rea, Papua, Kalimantan, Aceh, Cedarjo akibat eksploitasi alam yang berlebihan.

Simak berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA Channel