Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan hingga saat ini sudah tidak ada lagi Unit Usaha Syariah (UUS) yang mengajukan permohonan demerger secara formal.

Direktur Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, hal ini dikarenakan bank sedang mempersiapkan audit RBB yang diharapkan mencakup rencana lebih detail dengan fokus menyelaraskan strategi dengan capaian pengembangan bisnis bank.

“Sehingga Bank Umum Syariah (BUS) hasil pemekaran dapat memenuhi syarat dan menjadi bank yang kuat,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (14/6/2024).

Sementara itu, syarat yang harus dipenuhi antara lain modal disetor, persyaratan modal minimum dan batas maksimum non-performing financial, serta kemungkinan memanfaatkan peluang sinergi dengan bank umum tradisional (BUK) induk. Pelayanan yang diberikan oleh UUS tetap dapat dilakukan secara efisien oleh BUS tersendiri.

Seperti diketahui, pangsa perbankan syariah di sektor perbankan masih terbilang kecil, per Maret 2024, perbankan syariah mencatatkan total aset sebesar 870,22 triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 9,66% dan menyumbang pangsa pasar sebesar 7,33. %.

Hingga saat ini, UUS PT Banke CIMB Niaga Tbk. (BNGA) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) wajib melakukan demerger atau pemisahan menjadi Bank Umum Syariah (BUS). 

Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS), kepemilikan UUS yang asetnya lebih dari 50% dan/atau total aset UUS melebihi Rp50 triliun bank harus dihentikan. keluar.

Lani Darmawan, Direktur Utama CIMB Niaga mengatakan, mengacu pada ketentuan OJK, UUS CIMB Niaga atau CIMB Niaga Syariah. CIMB Niaga Syariah melaporkan asetnya mencapai Rp 64,59 triliun pada kuartal I 2024. 

Saat ini CIMB Niaga disebut sedang bersiap meluncurkan UUS. CIMB Niaga juga berkonsultasi dengan OJK dan regulator terkait lainnya dalam pelaksanaan spin-off.  

Proses spin-off akan dimulai tahun depan, kata Lani kepada Bisnis, Rabu (6/12/2024). 

Seperti halnya CIMB Niaga Syariah, BTN juga harus mendirikan UUS BTN Syariah. Sedangkan BTN Syariah meraup Rp 54,84 triliun pada Q1 2024.

Dapat dipahami bahwa kedua belah pihak masih melakukan uji tuntas. Pelaksanaan uji tuntas ini mengalami penundaan dari rencana penyelesaian pada April 2024. 

Sayangnya, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan pertemuan tersebut terlewat karena terlambat mendapatkan rincian pinjaman. 

“Masih ada [due diligence] yang belum dilakukan, ada keterlambatan data yang kita dapatkan, jadi belum selesai,” ujarnya dalam Dampak Kinerja Kuartal I/2024 BTN pada April lalu (25/04/2024). 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel