Bisnis.com, Jakarta – Makanan Indonesia terkenal dengan rasa gurih dan asin yang didominasi kandungan garam.

Hal ini menyebabkan banyak masyarakat Indonesia menderita berbagai penyakit, oleh karena itu dokter menganjurkan penggunaan garam rendah natrium dan kalium.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Griffith University menemukan bahwa banyak masyarakat di Indonesia yang menderita tekanan darah tinggi karena tingginya persentase garam dalam makanan. dokter. Leopold Amendi, penulis utama studi tersebut, menjelaskan garam yang digunakan di Indonesia mengandung 100% natrium klorida yang menyebabkan tekanan darah tinggi.

Menurutnya, substitusi dengan garam rendah natrium dan kalium (LSSS) menawarkan peluang besar untuk meningkatkan kesehatan dan menurunkan biaya kesehatan di Indonesia.

“LSSS mirip dengan garam meja dan penelitian menunjukkan bahwa LSSS memiliki rasa yang mirip dan beberapa konsumen tidak dapat menawarkan kedua pilihan tersebut,” kata Leopold, seperti dikutip Griffith University, Minggu (16/6/2024).

“Pada akhirnya, hal ini akan mengurangi pengeluaran layanan kesehatan sebesar US$2 miliar|Rp27,7 triliun|selama 10 tahun, yang merupakan langkah penghematan biaya yang penting.

Ia mengatakan konsumsi garam LSSS mengurangi jumlah pasien yang menderita tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskular. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kematian di Indonesia.

“Penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan LSSS akan memberikan dampak positif pada sistem kesehatan Indonesia dengan menurunkan tekanan darah dan mencegah serangan jantung, stroke, dan penyakit ginjal,” jelas Leopold.

Hal senada diungkapkan Direktur Pusat Penelitian Gizi dan Kesehatan Masyarakat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wahyu Nograhini. Wahyu memperkirakan penggunaan LSSS dalam waktu 10 tahun penerapannya dapat mencegah hingga 1,5 juta kasus penyakit kardiovaskular non-fatal dan dapat mengurangi 640.000 kasus terkait penyakit ginjal kronis.

“LSSS merupakan pilihan terbaik untuk membantu masyarakat dengan mudah mengurangi natrium dalam pola makannya,” kata Wahyu.

Alasan penggunaan LSSS adalah masyarakat Indonesia cenderung menggunakan garam yang mengandung kadar natrium tinggi, terutama untuk kelompok berpenghasilan rendah.

“Manfaat kesehatan lebih mungkin terlihat pada kelompok berpenghasilan rendah,” simpulnya.

Menurut Laporan Populasi Dunia, rata-rata orang Indonesia mengonsumsi 10,5 hingga 12,5 gram garam per hari, atau 10.500 hingga 12.500 miligram.

Hal ini bertentangan dengan anjuran Kementerian Kesehatan untuk mengonsumsi 2.000 miligram garam atau setara dengan satu sendok teh atau 5 gram per hari. Disarankan untuk menggunakan kurang dari angka ini.

Oleh karena itu, peneliti berharap penelitian ini dapat mendorong pemerintah Indonesia dan negara lain untuk menggunakan garam LSSS dalam campuran makanan sehari-hari. (Mehmed Solthun sang Penatua Candiace)

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel