Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Persaingan Usaha (KPPU) mulai menyelidiki bukti adanya oligopsoni dalam perdagangan produk lada hitam di Provinsi Lampung.

Anggota KPPU Gopprera Panggabean mengatakan, penyelidikan dilakukan karena ditemukan bukti pertama yang menunjukkan adanya kerusakan pada empat eksportir lada hitam di kawasan tersebut.

Dia menjelaskan, kasus ini bermula dari pemeriksaan pertama KPPU sejak Februari 2024 terhadap perdagangan lada hitam di Lampung. Dari analisis pertama, KPPU menemukan struktur pasar lada hitam di Lampung pada tahun 2022 hanya akan dikuasai oleh empat eksportir.

Selain itu, penelitian lain merupakan indikasi mengenai perilaku pengendalian pasokan dan harga lada hitam di tingkat petani keempat eksportir tersebut.

Aksi tersebut diduga menyebabkan harga lada hitam di Lampung berada di bawah harga nasional, kata Gopprera dalam keterangan pemerintah, dikutip Selasa (4/6/2024).

Sedangkan data Kementerian Pertanian menyebutkan Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil lada hitam di Indonesia dan produksinya pada tahun 2023 mencapai 15.139 ton atau 18,06% dari total produksi nasional pada tahun 2023.

Gopprera mengatakan, praktik pengendalian pasokan dan harga yang dilakukan keempat eksportir tersebut juga berdampak pada semakin banyaknya petani lada yang beralih ke komoditas lain. Hal ini terlihat dari berkurangnya luas lahan dan produksi lada hitam di Lampung.

Di sisi lain, perilaku oligopsoni keempat eksportir lada hitam juga menurunkan jumlah eksportir lada hitam di Lampung. Tercatat pada tahun 2020 terdapat 15 eksportir lada hitam, namun kini hanya 9 eksportir lada.

Berdasarkan hasil kesaksian pertama tersebut, KPPU akan melanjutkan dugaan perilaku oligopsoni eksportir lada hitam di Lampung ke tingkat penyidikan lebih lanjut. Gopprera mengatakan, ke depan KPPU akan terus mengumpulkan bukti-bukti yang cukup, yakni minimal dua alat bukti untuk menyimpulkan bukti adanya pelanggaran persaingan usaha di tingkat Majelis Komisi.

Mereka yang mengekspor empat lada hitam itu dinyatakan melanggar Pasal 13 UU No. 5/1999 tentang oligopsoni. Secara rinci, Pasal 13 Ayat 1 menjelaskan bahwa pedagang dilarang membuat perjanjian dengan pedagang lain untuk tujuan membeli atau menerima barang bersama guna mengendalikan harga produk dan/atau jasa di pasar bersangkutan. yang dapat menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Selain itu, Pasal 13 ayat (2) undang-undang tersebut menyebutkan bahwa pengusaha diduga atau patut diduga melakukan penggabungan harga pembelian atau perolehan lebih dari 75% pangsa pasar suatu jenis produk atau karya yang sama.

Lihat berita dan cerita lainnya di Google Berita dan Channel WA