Bisnis.com, JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) angkat bicara soal pelaksanaan program tabungan perumahan rakyat (Tapera) yang mendapat penolakan dari sejumlah elemen masyarakat.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi bahkan mendesak pemerintah membatalkan pelaksanaan program Tapera sesuai tuntutan masyarakat.

“Saya kira perlu dikaji ulang atau ditunda, atau tidak ditunda, permintaan masyarakat akan dibatalkan,” kata Tullis dalam Focus Group Discussion (FGD), Selasa (6/11/2024).

Tulus mengatakan, gelombang protes terhadap Tapera terjadi karena dua hal utama. Pertama, didorong oleh faktor tidak dilibatkannya masyarakat saat pemerintah menyusun peraturan Tapera.

Kedua, persoalan substansi peraturan yang dinilai tidak sesuai dengan harapan dan nilai-nilai yang selama ini dianut masyarakat.

“Ketika masyarakat mengklaim subsidi adalah kebijakan pemerintah, mengapa masyarakat juga mengatakan menanggung subsidi? Jadi seharusnya subsidi itu menjadi beban pemerintah, tapi dialihkan ke masyarakat untuk menanggung subsidi,” ujarnya.

Meski demikian, Toulouse mengakui perlu dilakukan upaya kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi ketimpangan kepemilikan rumah atau backlog yang saat ini masih berada di level 9,9 juta rumah.

Namun jika dilaksanakan melalui skema iuran Tapera dinilai berbelit-belit dan tidak berjalan lancar. Selain itu, adanya isu keamanan dalam mendapatkan tempat tinggal dan kontroversi besaran iuran masyarakat yang dikhawatirkan masyarakat tidak cukup untuk menyediakan perumahan bagi MBR. 

“Saya kira ini krusial, pertanyaan yang mulai ditanyakan masyarakat tentang kebijakan Tapera. Kalaupun sudah ada sejak lama, pertanyaannya kenapa tidak wajib hanya bagi PNS, ASN, BUMN. bagi swasta,” tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, para buruh akan menggelar aksi susulan dengan massa yang lebih besar untuk menolak penerapan program Tapera pada Kamis, 27 Juni 2024.

Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronika, dan Mesin (LEM/SPSI) Federasi Jakarta Timur, Endang Hidayat mengatakan, aksi demonstrasi buruh lanjutan yang menolak Tapera akan dihadiri lebih banyak massa dibandingkan sebelumnya. Salah satunya pada hari Kamis 6 Juni 2024.

“Sekali lagi kami dari DPD FSP LEM/SPSI DKI Jakarta menolak Tapera. Rencananya tanggal 27 Juni kami akan melakukan penindakan secara nasional yang mengarah bahwa kami menolak Tapera dan mencabutnya selamanya,” kata Endang, Senin (10/6/2024).

Dalam demonstrasi tanggal 27 Juni lalu, Endang mengatakan buruh meminta pemerintah mencabut peraturan Toera, bukan hanya menghentikannya.

“Kami sampaikan, sikap kami terhadap taper ini adalah kami menolaknya dan menuntut agar taper tersebut dicabut. Demi kebaikan, bukan hanya akan tenggelam sementara, namun selamanya tidak akan ada lagi penghematan taper yang akan merugikan para pekerja yang sebelumnya dirugikan oleh adanya taper tersebut. omnibus law,” ujarnya.

Sebagai informasi, penerapan Tapera mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

Dalam Pasal 15 ayat 1 PP No.21/2024 disebutkan besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah peserta.

Rinciannya, bagi peserta pekerja, iurannya ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 0,5%, sedangkan pekerja akan menanggung beban iuran sebesar 2,5% dari gaji.

Saat ini besaran iuran tabungan partisipasi bagi pekerja mandiri akan dibayar seluruhnya sendiri, yaitu 3%.

Berdasarkan Pasal 68 PP No.25/2020, pengusaha mendaftarkan pekerjanya ke BP Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP tersebut.

Peraturan tersebut disahkan dan ditandatangani pada 20 Mei 2020. Oleh karena itu, iuran Tapera untuk pekerja mulai berlaku pada tahun 2027.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel