Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas berfluktuasi dan analis optimistis rekor harga baru bisa kembali naik. Batubara juga mengimbangi fortifikasi dengan minyak sawit campuran dan minyak sawit mentah (CPO). 

Mei 2024 ICE Newcastle ditutup turun 0,35% menjadi $141 per ton, menurut data Bloomberg. Kemudian kontrak batubara Juli 2024 naik 0,04% menjadi $142,20 per ton. 

Total impor batu bara Tiongkok naik 11% menjadi 45,25 juta ton pada bulan April 2024 karena produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi permintaan, menurut Energyworld. 

Inspeksi keselamatan telah membatasi produksi di pusat batubara kokas utama di Shanxi, di mana produksi turun 18,9% pada kuartal pertama tahun 2024. 

Selain itu, impor batu bara Australia ke Tiongkok pada bulan April 2024 mencapai level tertinggi sejak Juli 2020. Tiongkok mengimpor 7,19 juta ton batu bara Australia pada bulan lalu, naik 25% dari bulan sebelumnya, menurut data Administrasi Umum Kepabeanan. 

Selain itu, India, pemasok batu bata terbesar Tiongkok, mengekspor 17,82 juta ton pada April 2024, turun 15% dari tahun sebelumnya.  Harga emas

Harga emas di pasar spot naik 0,07% menjadi 2.426,99 pada pukul 06.28 WIB berdasarkan data Bloomberg. Emas Comex untuk Agustus 2024 turun 0,26 persen menjadi $2,432.20 per ounce.

Menurut Reuters, harga emas mengurangi kenaikannya karena para pedagang membukukan keuntungan setelah harga melonjak karena meningkatnya optimisme bank sentral terhadap kebijakan moneter The Fed) dan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. 

Emas turun dari rekor tertinggi menjadi keuntungan. Namun, menurut analis pasar Fawad Razaqzada, prospek komoditas ini tetap positif dan rekor baru diperkirakan akan segera tercapai. 

Para pedagang di beberapa sesi terakhir meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada awal September 2024. Pelemahan dolar juga memberikan dukungan lebih lanjut untuk logam mulia. 

Menurut Razaqzada, rilis data ekonomi terkini juga menunjukkan melambatnya pemulihan ekonomi AS, yang dapat menurunkan inflasi dan mengurangi perlunya kebijakan moneter yang ketat.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel