Bisnis.com, Jakarta – Gabungan Produsen Rokok Putih Seluruh Indonesia (Gaprindo) mencatat penurunan produksi sigaret atau Sigaret Putih Mesin (SPM) dari yang semula 15 miliar batang per tahun menjadi 10 miliar batang dalam 5 tahun terakhir. bertahun-tahun. .

CEO Gaprindo Benny Vachejudi mengaitkan penurunan produksi tersebut dengan tingginya tarif cukai (CHT) hasil tembakau dan penerapan pajak untuk mengurangi penyebaran konsumsi rokok. Ironisnya, situasi tersebut justru terus meningkatkan peredaran rokok ilegal.

“Untuk rokok putih, dari tahun lalu 15 miliar batang, sekarang kurang dari 10 miliar, artinya turun 10%. Jadi keadaannya sama, tapi rokok ilegal akan terus bertambah,” kata Benny dalam keterangannya. Jakarta. , Rabu (29/5/2024).

Berdasarkan informasi yang diterima Kementerian Keuangan, rokok ilegal menurunkan pendapatan negara hingga 7% dari CHT dan pajak. Hal ini tercermin dari tidak tercapainya target CHT tahun 2023.

Sementara Kementerian Keuangan mencatat pendapatan CHT pada akhir tahun 2023 sebesar 213,48 triliun realisasinya mencapai 91,78% dari APN tahun 2023 atau 97,61% dari target Perpres Nomor 75 Tahun 2023.

“Penerimaan cukai negara selalu lebih tinggi dari target, kecuali pada tahun 2023 sepertinya semakin terpenuhi, targetnya hanya 91%. Cukai sepertinya mendominasi IHT,” ujarnya.

Bini mengeluhkan karena adanya CHT, produksi rokok menjadi terbatas dan rokok ilegal masih terus meningkat. Memang benar, di tingkat nasional, produksi tembakau telah turun dari 350 miliar batang per tahun sebelum tahun 2019 menjadi kurang dari 300 miliar batang per tahun.

Ia menegaskan, peningkatan jumlah rokok ilegal berdampak pada produsen rokok legal. Situasi ini dinilai mengancam kontribusi pendapatan negara dan mengurangi pemanfaatan tenaga kerja dari IHT.

“IHT akan memberikan kontribusi besar terhadap 6 juta tenaga kerja, dari pendapatan negara di CHT sebesar Rp 213 triliun pada tahun 2023, belum lagi PPN dan lain-lain. Secara keseluruhan, perannya terhadap pendapatan negara sangat besar. Mungkin 10% lagi ditambah PPN dan PPH,” jelasnya.

Bini juga menekankan pentingnya melindungi pasar lokal dari menjamurnya rokok ilegal yang menjadi basis pasar ekspor tembakau yang saat ini mencapai lebih dari satu miliar dolar.

“Kalau ada basis pasar di dalam negeri, kapasitas ekspor bisa meningkat. Kalau tidak ada basis pasar seperti Malaysia atau Singapura, kita masih punya populasi yang besar, makanya mereka akan pindah ke Indonesia. Kalau terus menurun, mungkin kita punya. Basis ekspor akan berkurang,” tutupnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan Saluran Tontonan