Bisnis.com, JAKARTA— Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dan Menteri Keuangan Sri Mulani Indrawati membuka kemungkinan penundaan pelaksanaan Program Ekonomi Perumahan Rakyat (TAPRA).

Kemungkinan penundaan penarikan tabungan Tapera hingga disetorkan guna menjaga inflasi pada periode Prabowo menjadi berita pilihan redaksi BisnisIndonesia.id yang dirangkum dalam Top 5 News edisi Jumat (7/6/2024). berikut detailnya:

1. Ketika pemerintah membuka kemungkinan penarikan iuran Tapra, maka besar kemungkinan akan terus berlanjut.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dan Menteri Keuangan Sri Mulani Indrawati membuka kemungkinan penundaan pelaksanaan program ekonomi perumahan rakyat (Tafra).

Aturan Tapera tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Perekonomian Perumahan Rakyat.

Dasar pemasangannya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Sektor Perumahan Rakyat. Berdasarkan Pasal 68 PP Nomor 25 Tahun 2020 disebutkan bahwa pengusaha wajib mendaftarkan pekerjanya kepada Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) paling lambat tujuh tahun sejak peraturan tersebut berlaku.

Artinya, pendaftaran anggota Tefra, termasuk pemotongan gaji karyawan, harus dilakukan paling lambat tahun 2027.

Basuki yang juga Ketua Panitia Tapra mengatakan, penarikan dana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapara) tidak perlu terburu-buru.

Pemerintah menulis peraturan Tapra mulai tahun 2016. Namun, bersama Kementerian Keuangan, mereka mengecek keabsahannya hingga akhirnya diputuskan penerapannya baru dilakukan pada tahun 2027.

“Sebetulnya undang-undang itu sudah keluar tahun 2016, jadi kita dan Menkeu harus menumbuhkan kredibilitasnya dulu karena ini masalah kepercayaan sampai kita tunda ke tahun 2027. Menurut saya pribadi, kalau belum siap, buat apa terburu-buru, ujarnya saat ditemui di DPR, Kamis (6/6/2024).

Komite Tapera yang diketuai Basuki dan beranggotakan Menteri Keuangan, BP Tapera, dan OJK juga akan menjawab jika wakil rakyat menuntut penarikan iuran Tapera.

Jadi misalnya ada usulan, khususnya dari DPR, misalnya Ketua DPR ingin dicopot, menurut saya saya sudah menghubungi Menteri Keuangan dan kami juga akan ikut serta, kata Basuki.

Menurut dia, pengajuan Tapra tidak terlalu mendesak sehingga bisa ditunda. Ia menampik pemberitaan bahwa pemerintah terkesan pasif dalam memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat.

2. Menghitung kinerja IHSG tanpa operasi Prajogo Pangestu

Melemahnya kinerja saham Prajogo Pangestu berpotensi mengancam kinerja IHSG secara keseluruhan, mengingat kinerja indeks komposit cukup ditopang oleh kinerja emiten tersebut.

Riset Verdhana Sekuritas menunjukkan, saham Prajogo bersama beberapa emiten fenomenal lainnya menjadi penopang utama kinerja IHSG. Tanpa tindakan tersebut, IHSG justru akan terpuruk lebih parah dari yang tercatat saat ini.

Verdhana memperhitungkan dampak 7 emiten fenomenal terhadap IHSG. Empat di antaranya milik Prajogo yakni PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN), PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA), PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN), dan PT Barito Pacific Tbk. (BRPT).

Selain itu, tiga lainnya yakni PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN), PT Bayan Resources Tbk. (BYAN), dan PT Dian Swaistika Sentosa Tbk. (DSSA).

Berdasarkan perhitungan Vardhana, kinerja IHSG secara year-to-date sebesar 7.046 mencerminkan penurunan ‘hanya’ -5,2% dari posisi puncaknya pada tahun ini. Namun, jika 7 emiten ini tidak diperhitungkan, maka penurunan IHSG justru akan mencapai 16% dari tertinggi tahun ini yang hanya 5.850.

Sedangkan jika didiskon saham 4 bank besar yakni PT Bank Azi Santral Tbk. (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), lalu IHSG turun dari rekor -20% menjadi 5.589.

3. Mengukur dampak wajib biodiesel B40 ketika produksi minyak sawit Indonesia mengalami stagnasi

Pemerintah berjanji program wajib biodiesel B40 akan dilaksanakan mulai tahun 2025. Peningkatan pengembangan minyak nabati ini terjadi dilatarbelakangi stagnasi produksi sawit dalam negeri.

Selama ini pemerintah hanya menggunakan biodiesel yang mengandung solar dengan campuran 35% minyak nabati atau B35. Proyek ini membutuhkan cadangan minyak sawit (CPO) hingga 12 juta ton.

Pengusaha memperkirakan peningkatan campuran minyak nabati hingga 40 persen akan meningkatkan kebutuhan CPO hingga 14 juta ton. Situasi ini akan menggerus posisi minyak sawit lainnya baik untuk konsumsi domestik maupun ekspor.

Belum lagi langkah pemerintah ketika produksi kelapa sawit mengalami perlambatan dari tahun ke tahun. Kondisi ini semakin mempersulit upaya manajemen dalam melaksanakan rencana tersebut. Bahkan, Indonesia terancam menjadi importir minyak sawit mentah (CPO) akibat pengembangan biodiesel.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan, hasil panen kelapa sawit skala kecil mandiri saat ini masih jauh dari normal, artinya hanya sekitar 300 – 400 kg tandan buah segar (TBS) per hektar setiap bulannya.

Di sisi lain, kebutuhan minyak sawit untuk energi dalam negeri terus meningkat seiring dengan berkembangnya biodiesel. Apalagi pemerintah berencana terus mengembangkannya hingga mencapai B50.

Rendahnya produktivitas perkebunan kelapa sawit, kata Gulat, dapat mengancam pasokan minyak sawit sebagai bahan baku energi dan pangan. “Kalau ini impian B50, kita sudah menjadi importir 1,2 juta ton CPO per tahun dengan kondisi saat ini,” kata Gulat dalam rapat umum, Kamis (6/6/2024).

4. Penurunan beban bank meningkatkan likuiditas

 Industri perbankan semakin menunggu suntikan likuiditas dari Bank Indonesia. Hal ini dilakukan guna mengurangi perebutan uang di pasar yang berdampak pada kenaikan harga uang dan mendorong penyesuaian suku bunga kredit.

Sebelumnya, BI menambah likuiditas perbankan sebesar Rp81 triliun mulai Juni 2024. Dengan tambahan tersebut, Kebijakan Stimulus Likuiditas Makroprudensial (KLM) mencapai Rp246 triliun. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Vargio mengatakan tambahan stimulus merupakan upaya bank sentral untuk mempertahankan target pertumbuhan kredit yang ditetapkan sebesar 10-11% pada tahun ini.

“Kami masih yakin pertumbuhan kredit 10%-11% masih bisa dicapai, yakni dengan tambahan likuiditas dan bank penyalur kredit bisa menggunakan SBN untuk istirahat di BI,” ujarnya dalam konferensi pers, dikutip Kamis ( 9/5). ). /2024). 

Selain itu, tambahan amunisi bagi perbankan juga dimaksudkan untuk menjamin kebutuhan likuiditas dalam merealisasikan kredit. Oleh karena itu, perbankan sebaiknya tidak menaikkan suku bunga kredit.

Dari sisi pemain, PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) menyambut baik hal tersebut. Perusahaan yakin sampai batas tertentu hal itu akan membantu menurunkan harga uang alias price of money.

Direktur Utama CIMB Niaga Lani Darmawan menargetkan harga mata uang turun 15-20 basis poin (bps) pada tahun ini. Tercatat COF simpanan perseroan pada kuartal I 2024 mencapai 3,41%, meningkat 62 basis poin dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 2,79%.

“[Sementara] harga kredit [Coc] membaik karena ada perbaikan kualitas aset di hampir semua lini bisnis seiring dengan terus tumbuhnya portofolio, arus perilaku dan pembayaran,” ujarnya kepada Businessis, Rabu (6/5). /2024).

Tak hanya di pihak swasta, di grup negara yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) tidak memungkiri bahwa salah satu tantangan utama industri perbankan saat ini adalah ketatnya likuiditas dan tingginya biaya dana.

Sekretaris Perusahaan BTN Ramon Armando mengatakan, dalam situasi rumit seperti ini, bank tidak punya pilihan selain meninjau ulang target pertumbuhan kreditnya.

“Jika kita tidak menyeimbangkan tujuan kredit dan biaya dana, hal ini akan berdampak pada profitabilitas bank,” ujarnya kepada Business.

5.Cawe-Cawe menentukan inflasi

Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, Kementerian Keuangan menetapkan sasaran inflasi tahun depan sebesar 2,5% per tahun. Kebijakan yang tertuang dalam Permenkeu 31/2024 menetapkan target pada tahun 2026 sebesar 2,5%, sedangkan tahun 2027 sebesar 2,5% dengan deviasi sebesar 1%.

Di satu sisi akan memudahkan pemerintah dalam membantu Bank Indonesia mengendalikan inflasi dengan melakukan perampingan kebijakan anggaran negara untuk menjaga daya beli masyarakat ketika terjadi guncangan akibat kenaikan CPI.

Di sisi lain, hal tersebut bertentangan dengan penyusunan APBN 2025 yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan asumsi dasar ekonomi makro, salah satunya adalah penetapan sasaran inflasi.

Jika dalam pembahasan di tingkat panja terdapat perbedaan sasaran inflasi dengan Peraturan Menteri Keuangan 31/2024 maka pemerintah juga perlu melakukan penyesuaian.

Selain itu, Kementerian Keuangan yang menetapkan sasaran inflasi patut dipertanyakan karena selama ini lembaga yang bertanggung jawab mengendalikan inflasi terkonsentrasi di Bank Indonesia.

Sebuah komisi

Oleh karena itu, nilai tukar rupiah pada tahun 2025 diperkirakan akan dipertahankan pada kisaran Rp15.300–15.900 per dolar Amerika Serikat (AS).

Anggota Komite

 

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel