Bisnis.com, JAKARTA – Beberapa hari terakhir, opini publik dihebohkan dengan keputusan organisasi keagamaan Islam yang menarik tabungannya di PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI (BRIS) untuk ditransfer ke bank lain. Lalu apa dampaknya terhadap likuiditas BSI?

Seperti diketahui, telah keluar surat dari pengurus pusat Muhammadiyah terkait konsolidasi keuangan dalam rangka Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Surat tertanggal 30 Mei 2024 tersebut meminta rasionalisasi dana simpanan dan pembiayaan di BSI kepada bank syariah lain, seperti Bank Syria Bokofin, Bank Mega Syria, Bank Moamalat dan lain-lain. 

Sejauh ini belum ada penjelasan jelas mengenai besaran uang yang dimiliki Muhammadiyah di BSI, namun beredar kabar nilainya mencapai Rp 13-15 triliun. Namun hal itu diyakini berdampak pada masyarakat.

Dalam konteks perbankan syariah, kondisi likuiditas dapat tercermin dalam rasio pinjaman terhadap simpanan (FDR) atau yang sering disebut dengan rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR). 

Semakin tinggi FDR suatu bank maka semakin ketat likuiditasnya. Sebaliknya semakin kecil FDR maka semakin rendah likuiditas bank tersebut.

Artinya apabila simpanan yang ditarik oleh Muhammadiyah dari BSI cukup besar maka hal ini dapat menyebabkan peningkatan FDR, karena simpanan bank akan berkurang sedangkan jumlah pembiayaan yang diberikan oleh bank akan tetap sama atau sedikit berubah. 

Peningkatan FDR dapat mengindikasikan bahwa bank semakin bergantung pada dana pihak ketiga untuk mendukung operasionalnya, yang mungkin mengindikasikan situasi likuiditas yang lebih ketat.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan, BSI memiliki dana pihak ketiga mencapai Rp297,34 triliun dan pembiayaan mencapai Rp246,54 triliun. Sedangkan FDR bank mencapai 83,05%. 

Perusahaan juga melakukan perhitungan independen dengan asumsi Muhammadiyah akan menggalang dana sebesar Rp 15 triliun. Oleh karena itu sesuai rumus FDR yaitu dana pihak ketiga dibagi pembiayaan maka otomatis FDR perusahaan meningkat sebesar 87,32%.

Tekanan pada likuiditas untuk profitabilitas

Direktur IDEAS (Institute for Demographic and Poverty Studies), Yusuf Wibisunu mengatakan, yang perlu diperhatikan dalam tindakan tersebut adalah dampak jangka pendek berupa likuiditas BSI versus dampak jangka panjang yang ditimbulkannya. berpotensi menjadi aliran uang. 

Ia juga tak menampik, jika dihitung dana saat ini, jumlah tabungan yang ditransfer Mohammadia dari BSI hanya berjumlah Rp15.000 miliar dari total DPK BSI yang berkisar Rp300.000 miliar.

Namun dana yang ditarik tersebut, kata Yusuf, tentu akan berdampak signifikan terhadap likuiditas BSI dalam jangka pendek.

“[It is] tantangan bagi BSI untuk memastikan transfer dana terjadi secara bertahap dalam jangka waktu yang cukup lama,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (7/6/2024).

Lebih lanjut, Yusuf juga meminta BSI bisa lebih santai, mengingat Muhammadiyah merupakan ormas Islam terbesar kedua setelah NU dengan anggota puluhan juta. 

“Dampaknya [penarikan besar-besaran] itu jangka panjang. Potensi [penggerebekan uang] itu ada. Posisi Muhammadiyah tidak hanya berpotensi didukung oleh lembaga amal Muhammadiyah, tetapi juga oleh puluhan juta sahabat dan pendukungnya, ” dia berkata. 

Yusuf mengatakan, sudah sepatutnya BSI melakukan pendekatan khusus terhadap Muhammadiyah agar dampak dari tindakan yang dilakukan Muhammadiyah bisa diminimalisir sehingga tidak berdampak buruk bagi BSI.

Lebih lanjut Yusuf mengatakan, sejak merger 3 bank syariah BUMN pada tahun 2021, sektor perbankan syariah dalam negeri banyak didominasi oleh BSI. Tercatat BSI menguasai 40% total aset perbankan syariah dalam negeri dengan aset mencapai Rp 358 triliun pada kuartal I 2024. 

“Meski langkah Muhammadiyah ini tidak mengubah keadaan secara signifikan, setidaknya akan membuat persaingan di sektor perbankan syariah menjadi lebih sehat,” ujarnya. 

Terpisah, Direktur Jenderal Sagara Research Institute Peter Abdullah menegaskan penarikan dana mau tidak mau akan menimbulkan tekanan pada likuiditas. Menurut dia, jika keadaan ini tidak segera diatasi oleh BSI, maka bisa berdampak lebih lanjut yang berdampak pada profitabilitas bank.

“Dana perbankan [umumnya], termasuk BS [biasanya] tidak dalam bentuk tunai karena sudah disalurkan dalam bentuk pembiayaan. “Jadi kalau ada penarikan dana dalam jumlah besar pasti akan menimbulkan tekanan pada pihak tersebut likuiditas,” ujarnya kepada Bisnis.

Ketentuan BSI

Sejalan dengan kondisi tersebut, Sekretaris Perusahaan BSI Wisnu Sunandar juga mengatakan posisi keuangan perseroan masih sangat stabil dengan total aset per April 2024 sebesar Rp350,67 triliun, naik 11,94% secara tahunan.

Selanjutnya, posisi dana pihak ketiga sebesar Rp293,2 triliun tumbuh 9,41%. YoY Sementara pembiayaan BSI mencapai Rp251,580 miliar, tumbuh 17,94% year-on-year. 

“Jadi posisi FDR perusahaannya 85,72%, jadi sederhana saja,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (6/7/2024)

Temukan berita dan artikel lainnya di Google Berita dan WA Channel