Bisnis.com, JAKARTA – Tertundanya Federal Reserve System Amerika Serikat (AS) atau FED dalam memangkas suku bunga menyebabkan penguatan dolar yang pada akhirnya berdampak pada kinerja pasar saham Indonesia. Jadi apa kemungkinannya?
James Cheo, Chief Investment Officer Asia Tenggara dan Global Private Banking and Wealth di HSBC, memberikan peringkat netral terhadap saham-saham Indonesia, termasuk bank-bank emiten.
Menurut dia, dalam jangka pendek, setidaknya 5-6 bulan ke depan, pasar saham Indonesia mungkin akan mengalami stagnasi atau fluktuasi kecil, mengingat situasi eksternal yang tidak menentu.
“Tetapi situasi dalam negeri sebenarnya cukup baik. “Konsumsi masih sangat kuat, kelas menengah sangat berpengaruh,” ujarnya dalam konferensi pers Global Banking Investments HSBC Q3 2024, Selasa (04/06/2024).
Meski demikian, ia memperkirakan investasi di Indonesia, khususnya penanaman modal atau penanaman modal asing (Foreign Direct Investment/FDI), akan meningkat pada paruh kedua tahun ini.
“Pertumbuhan kredit juga akan mulai meningkat dan akan terus menjadi sangat kuat. Dan tentu saja, ketika ada jalur kebijakan yang lebih jelas, kita akan menyaksikan stimulus fiskal yang lebih kuat,” ujarnya.
Ia juga mengatakan pertumbuhan kredit dalam negeri cukup kuat sehingga memungkinkan Indonesia dengan mudah mencapai 5,2 persen PDB.
Sementara itu, menurut James, pesatnya pertumbuhan kredit perbankan Indonesia tercermin pada paruh pertama tahun 2024, dimana pesta demokrasi dan berbagai hari raya semakin mendukung pertumbuhan permintaan kredit.
“Kami terus memantau situasi ini dan berharap ada pengumuman belanja infrastruktur yang berdampak positif tidak hanya untuk tahun 2024, tapi mungkin juga untuk tahun 2025,” ujarnya.
Selain itu, kata dia, selama ini pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pendapatan Asia masih melebihi rata-rata global. “Kami terus mempertahankan posisi overweight kami di Jepang, India, dan Korea Selatan, yang memiliki peluang terbaik untuk pertumbuhan struktural di Asia.
Sementara itu, saham-saham berkualitas murah di Tiongkok dan Hong Kong memperoleh pengaruh taktis berkat stimulus kebijakan dan reformasi pasar saham.
Saham-saham India juga menguat karena dukungan partainya terhadap diversifikasi rantai pasokan global, demografi kaum muda, peningkatan investasi, dan perluasan sektor manufaktur.
Terakhir, ia mencatat kemungkinan imbal hasil obligasi tingkat investasi yang menarik di Asia, dengan berbagai bank sentral di Asia diperkirakan akan mulai menurunkan suku bunga pada paruh kedua tahun 2024.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel