Bisnis.com, JAKARTA – Para ekonom mewaspadai risiko kenaikan inflasi, terutama disebabkan oleh impor inflasi, seiring dengan tren nilai tukar rupiah yang masih cenderung melemah.

Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya mengatakan risiko tersebut perlu diwaspadai meski laju inflasi diperkirakan kembali melambat pada Mei 2024. 

“Risiko terkait import inflasi masih perlu diwaspadai seiring dengan terus melemahnya nilai tukar pada Mei 2024,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (6/6/2024).

Banjaran memperkirakan inflasi pada Mei 2024 mencapai 0,7% per bulan (mom/mtm).

Sementara itu, secara tahunan, laju inflasi diperkirakan mencapai 2,95% (year-on-year/year), turun tipis dibandingkan inflasi April 2024 sebesar 3,0%.

Banjaran mengatakan, rendahnya prakiraan inflasi pada Mei 2024 didorong oleh rendahnya inflasi volafile food, terutama seiring dengan dimulainya musim panen dan impor yang meningkat. 

Senada, Teuku Riefky, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, mengatakan potensi risiko inflasi ke depan masih terlihat dan perlu dimitigasi dengan baik. 

Menurut dia, jika tren pelemahan nilai tukar rupiah terus berlanjut, hal tersebut dapat berdampak negatif pada tingkat harga di dalam negeri melalui inflasi impor. 

Di sisi lain, yang juga perlu diwaspadai Riefky adalah beberapa organisasi iklim memperkirakan potensi fenomena La Nina pada kuartal III tahun 2024 yang dapat berdampak negatif pada produksi pangan hortikultura. 

Oleh karena itu, masih perlu dilakukan pengurangan risiko dan pengelolaan persediaan pangan hingga sisa tahun 2024, jelasnya.

Cek berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel