Bisnis.com, Jakarta – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membuka suara terhadap 16,4 juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang memiliki iuran tunggal. 

Maklum, BPJS Kesehatan masih menunggu peraturan penghapusan atau pencucian uang terkait tunggakan peserta JKN. Selain itu, belum ada aturan yang mengatur mekanisme penyetoran saham JKN. 

Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizki Anugira memaparkan, dari 58,3 juta pelanggan JKN nonaktif, terdapat 41,3 juta pelanggan nonaktif tanpa tunggakan, dan 16,9 juta pelanggan JKN nonaktif tidak aktif dan terlilit utang. . 

“Dari 16,9 juta pelanggan JKN, 16,4 juta diantaranya merupakan pekerja bukan penerima gaji (PBPU) seksi atau pelanggan JKN mandiri,” kata Razki saat dihubungi Besance, Selasa (11/6/2024). 

Rizki menambahkan, 16,4 juta peserta JKN bagian PBPU yang menunggak, status kepesertaannya didaftarkan di bagian Penerima Manfaat Peserta (PBI JK) peserta JKN atau dialihkan oleh pemerintah daerah (PBPU PBEMDA) menjadi non-gaji.

Namun, lanjut Razki, hal tersebut tidak menghapus prestasi mereka selama ini. 

“Makanya perlu ada aturan yang klausul tertulisnya. Kemenangan harian itu dipungut dari tahun 2014 hingga saat ini. Saat pertama kali BPJS Kesehatan berdiri, mereka mendaftar ketika sudah sakit, dan ketika sehat. tercatat dan berlanjut hingga saat ini,” kata Rizki. 

Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR RI dari Partai Nasional Demokrat (NasDem), Irma Chaniagu, juga menyerukan penurunan biaya kepesertaan JKN. Menurut dia, cara mengatasi banyaknya pelanggan BPJS kesehatan nonaktif adalah dengan menghilangkan iuran. Khususnya bagi peserta yang tidak mampu membayar.

Pasalnya, ia menilai banyaknya peserta yang tidak aktif dan terlilit utang bisa berdampak pada pendapatan penyelenggara negara. 

“Menurut saya, kalau ingin peserta yang menunggak bisa diaktifkan kembali, pemerintah harus membantu peserta yang tidak bisa membayar tunggakannya,” kata Irma saat dihubungi Bisnis, Senin (6/10/2024). 

Namun Irma melanjutkan, jika setelah diusir tetap tidak membayar iuran karena niat jahat, maka ia akan dihukum. 

Sementara itu, Ketua Komisi Pemantauan, Pemantauan, dan Evaluasi Dewan Jaminan Sosial Nasional Mutaqeen mengatakan aturan yang bisa diterapkan organisasi ini adalah Perpres tentang Pencucian Uang Peserta Tak Mampu. hutang mereka dan sedang dalam masa pensiun.

Ia mengatakan, di masa pandemi Covid-19, pemerintah melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020 melakukan relaksasi pembayaran iuran kepada peserta.  

“Saat ini pemerintah dan BPJS Kesehatan sedang menyelesaikan kajian yang komprehensif dan cermat terhadap berbagai aspek terkait masalah tersebut [termasuk risiko dan pengurangan risiko], sehingga menjadi topik pembahasan dalam penyusunan peraturan presiden berikutnya. Senin (10/6/2024) kepada Basins, “Upaya ini dilakukan untuk menjamin keberlanjutan, peningkatan kualitas, dan pemerataan program JKN.”

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel