Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia merupakan salah satu negara yang paling efektif dalam menerapkan kebijakan moneter.

Padahal, kebijakan yang tepat bisa menyelamatkan nyawa agar bisa keluar dari pandemi Covid-19. Dalam sepuluh tahun terakhir, kebijakan fiskal APBN selalu berpedoman pada pelaksanaan 3 tugas pokok, yaitu alokasi, distribusi, dan konsolidasi.

Dalam pengantar APBN 2025, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa kebijakan fiskal pemerintah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem dari 6,1% menjadi 0,8% dalam sepuluh tahun terakhir. Selain itu, anggaran pemerintah juga menjamin pertumbuhan ekonomi yang stabil.

“Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara yang mampu pulih lebih cepat, bahkan terus tumbuh. Pertumbuhan ekonomi tetap terjaga di atas 5%, meski banyak negara yang tidak tumbuh, bahkan kurang,” kata Presiden pada pertengahan Agustus lalu. 2024. .

Bahkan, kata Presiden, sejumlah kebijakan moneter dilancarkan untuk menghadapi situasi yang memprihatinkan tersebut. Misalnya, pemerintah mengalokasikan anggaran Kartu Indonesia Sehat (KIS) sebesar Rp361 triliun untuk membuka akses bagi 92 juta masyarakat miskin ke Puskesmas di pusat kesehatan lanjutan (FKTL). 

Pemerintah juga telah memberikan beasiswa sebesar Rp113 triliun pada program Kartu Indonesia Pintar untuk 20 juta siswa. Anggaran sebesar Rp225 triliun juga telah dialokasikan untuk 10 juta peserta program keluarga harapan dan Rp60,3 triliun pada program Prakerja. . 

Pada saat yang sama, pemerintah melancarkan operasi pengendalian inflasi hingga dapat dipertahankan pada kisaran 2%-3%.

“[Pencapaian ini] terjadi di saat banyak negara sedang menghadapi kenaikan [inflasi] yang signifikan, bahkan ada yang mencapai lebih dari 200%,” lanjut Presiden. 

Sejak berkuasa pada tahun 2014, Pemerintah telah melaksanakan beberapa program keuangan dalam hal belanja dan pendapatan. Hal ini tidak lepas dari sejumlah reformasi kebijakan yang mencerminkan upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas perekonomian, meningkatkan kesejahteraan, dan memperkuat basis pendapatan pemerintah. 

Secara rinci, ketika ia pertama kali berkuasa pada tahun 2014, pemerintah mengalihkan subsidi bahan bakar ke program yang lebih tepat sasaran seperti dukungan infrastruktur dan jaminan sosial. Proyek-proyek pembangunan besar diintegrasikan dalam payung proyek strategis nasional.

Reformasi keuangan tersebut juga diikuti dengan penerapan pengecualian melalui Paket Kebijakan Ekonomi I-XIII yang mencakup 204 poin pengecualian.  

Reformasi dari sisi pendapatan dilakukan dengan memperbaiki sistem perpajakan negara melalui kebijakan pembebasan pajak. Kebijakan kesatuan moneter yang bertujuan untuk meningkatkan basis pajak dan merepatriasi aset Indonesia yang berada di luar negeri.

Presiden Jokowi juga mendorong efisiensi melalui peningkatan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dengan meningkatkan peran Pusat Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Selain mendorong efisiensi, digitalisasi ini juga meningkatkan transparansi belanja pemerintah.

Reformasi penting pada kelompok pendapatan juga dilakukan dengan disahkannya UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Tata Cara Perpajakan. Sementara itu, sektor keuangan diperkuat dengan Undang-Undang Pembangunan Ekonomi dan Energi (UU P2SK). 

Direktur Jenderal Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi pada September 2023 menjelaskan, UU P2SK banyak menjawab tantangan sektor keuangan saat ini. “Undang-undang ini merupakan sumber penting yang mengubah industri keuangan sesuai dengan perkembangan saat ini,” kata Friderica yang akrab disapa Kiki.

Friderica menambahkan, UU P2SK mengubah 17 peraturan di bidang keuangan, antara lain UU Pasar Modal yang berusia 28 tahun sejak diterbitkan pada tahun 1995, dan peraturan bidang perbankan yang terakhir direvisi pada tahun 1998. Menurut dia, perkembangan teknologi itu cepat. memerlukan perubahan peraturan di sektor ini.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel