Bisnis.com, JAKARTA – Sekitar 10 juta Gen Z masih menganggur di antara banyaknya perusahaan yang memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk mengisi lapangan kerja yang harus diisi oleh Generasi Z.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 9,9 juta generasi Z berusia 15-24 tahun menganggur atau setengah menganggur di Indonesia.

Hasil Sakernasi Agustus 2023 mencatat 22,25% dari 44,7 juta generasi muda Gen Z menganggur, tidak mengenyam pendidikan atau pelatihan atau tidak dalam pekerjaan, pendidikan dan pelatihan/NEET.

Sedangkan menurut BPS, NEET adalah jumlah pemuda berusia 15-24 tahun yang tidak bersekolah, menganggur, atau tidak terlatih.

Beban generasi Z nampaknya semakin bertambah. Data dari World Economic Forum dan laporan LinkedIn (2023) menunjukkan bahwa dalam lima tahun ke depan, sekitar 83 juta pekerjaan akan hilang akibat perkembangan kecerdasan buatan atau AI.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Ari Setiadi mengatakan perkembangan AI akan menyebabkan perubahan keterampilan dan lapangan kerja, termasuk hilangnya jutaan lapangan kerja akibat teknologi AI.

Namun, Budi mengatakan AI juga bisa menciptakan 69 juta lapangan kerja baru. Ia juga menyampaikan bahwa 22,1% pekerja Indonesia telah menggunakan AI dan 26,7 juta pekerja telah dibantu AI.

Jadi memang masalah kemajuan teknologi, tapi kita harus optimis. Nanti lapangan kerja hilang, tapi lapangan kerja baru tercipta, kata Budi saat acara pertemuan Google AI Indonesia Gold 2045 di Jakarta, Senin (3/6). /2024).

Indonesia, kata Budi, harus optimis dengan ketersediaan teknologi AI, salah satunya adalah meningkatkan potensi sumber daya manusia. Menurutnya, masyarakat Indonesia mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi.

“Hal yang penting tentang AI adalah bahwa AI tidak bertentangan dengan manusia dan kemanusiaan, manusia dan kemanusiaan. Ini adalah sesuatu yang harus kita lindungi,” ujarnya.

Budi mengatakan masyarakat juga perlu memprioritaskan pelatihan keterampilan mengingat kebutuhan industri yang mengandalkan AI. Juga mengikuti pelatihan platform pembelajaran online, workshop dan program bersama antara lembaga pendidikan dan industri.

Masyarakat Pemberdayaan Digital Indonesia (IDIEC) memperkirakan AI dapat menggantikan peran manusia, seperti analis, karena akan memungkinkan perencanaan dan efisiensi yang lebih baik. Namun teknologi AI tidak akan sepenuhnya menggantikan peran manusia.

Kepala Bidang Regulasi dan Tata Kelola IDIEC Ardian Asmar mengatakan ada sektor pekerjaan yang tidak bisa digantikan oleh AI, seperti kontraktor.

“AI berperan, misalnya dalam analisis data, bisa diubah, tapi tidak diubah 100%, karena basis AI adalah data dan algoritma,” kata Ardian kepada Bisnis, Senin (10/6). /2024).

Ardian menambahkan, teknologi AI berkembang pesat. Selain itu, 60% penduduk Indonesia berada dalam usia kerja sehingga diperlukan akses pendidikan yang memadai untuk mengembangkan teknologi AI.

“60% kalau kita memberikan pendidikan yang memadai, kalau pendidikan tidak dibenahi maka akan menjadi masalah bagi masyarakat. “Yang penting generasi ini bisa menjadi generasi emas,” ujarnya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institut ICT Indonesia Heru Sutadi melihat adanya pergeseran dalam pekerjaan AI. Namun dalam 3-5 tahun ke depan, hal ini akan semakin terlihat karena porsinya akan semakin besar.

“AI diam-diam menggantikan banyak pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia, seperti analis, pekerja administrasi, dan bahkan dengan robot atau otomatisasi, pekerja pabrik juga akan diberhentikan,” kata Herou kepada Business.

Menurutnya, saat ini AI di Indonesia masih dalam tahap awal sehingga belum terlihat dampaknya terhadap tenaga kerja. “Dalam 5 tahun kita akan melihat seberapa besar pekerjaan yang bisa dilakukan dengan AI,” ujarnya.

Untuk itu, kata dia, perlu dilakukan upaya peningkatan keterampilan sumber daya manusia (SDM) terkait digitalisasi, termasuk administrator AI.

“Kami tidak hanya harus senang dengan kehadiran AI, tetapi karyawan kami tidak akan melakukan upskilling, retraining, atau upskilling,” katanya.

Sementara itu, Mastel Sigit Puspito Vigati Jarot, Kepala Infrastruktur Telematika Nasional, mengatakan AI merupakan perubahan penting di banyak bidang, termasuk di Indonesia.

Sigit melihat pekerjaan yang dibantu atau dibantu AI menjadi lebih cepat dan efisien, dan beberapa pekerjaan mungkin akan digantikan oleh AI itu sendiri.

“Industri yang sangat didukung oleh infrastruktur ICT, seperti telekomunikasi, ICT, perbankan dan pertambangan, kemungkinan besar akan mengadopsi AI lebih cepat dan lebih banyak lagi.  “Beberapa sektor seperti pertanian, perkebunan, dan perikanan mungkin belum bisa menerima dengan baik,” kata Sigit kepada Bisnis.

“Dengan teknologi yang didukung AI, karya kreatif pun bisa sangat terbantu dengan AI,” ujarnya.

Sigit mengatakan adopsi AI di Indonesia akan sangat bermanfaat jika ketersediaan talenta AI dari dalam negeri diperluas hingga tumbuh, dibandingkan memanfaatkan apa yang sudah ada. 

Selain itu, pemerintah harus mulai mengantisipasi persyaratan kebijakan dan peraturan. “Mungkin Anda bisa memulai dengan pendekatan sandbox dan membandingkannya dengan praktik terbaik internasional,” ujarnya.

Namun selain peluangnya yang besar, Sigit mengatakan AI juga memiliki ancaman tersendiri, terutama untuk pekerjaan rutin dan rutin.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel